Dua Ekonom FEB UI: Awali secara Sektoral

 

Dua Ekonom FEB UI: Awali secara Sektoral

Dua Ekonom FEB UI: Awali secara Sektoral

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – Senin (29/6/2020), Dua Ekonom sekaligus Staf Pengajar FEB UI, Sri Mulyani Indrawati dan Muhamad Chatib Basri diwawancarai Harian Kompas, dalam laporan berjudul “Awali secara Sektoral”. Berikut artikelnya.

”Awali secara Sektoral”

Kebijakan publik mesti direformasi agar sesuai dengan tantangan terkini. Reformasi bisa diawali dari hal-hal praktis dan sektoral.

Tantangan yang muncul dalam pandemi Covid-19 berbeda dengan beberapa krisis ekonomi sebelumnya. Pendekatan yang diambil pemerintah juga mesti berbeda, tak bisa lagi menggunakan pola pikir yang sama. Oleh karena itu, kebijakan publik mesti direformasi agar bisa menghadapi perubahan itu. Namun, reformasi dimulai dengan gagasan sektoral serta hal-hal sederhana dan praktis.

Menteri Keuangan periode 2013-2014, M. Chatib Basri menyampaikan hal itu di hadapan ratusan anak muda yang hadir dalam peluncuran Think Policy Society secara dalam jaringan, Minggu (28/6/2020). Think Policy Society adalah komunitas profesional muda, yang bertujuan mendorong kolaborasi lintas sektor dalam pembuatan kebijakan publik berbasiskan data dan empati. Komunitas ini didirikan sekelompok anak muda, termasuk ekonom lingkungan Bank Dunia, Andhyta F. Utami.

“Bicara kebijakan publik, satu hal yang sering dilupakan adalah bagaimana melakukan reformasi. Teori ekonomi banyak bicara bagaimana reformasi bermanfaat untuk negara, tetapi tidak bicara bagaimana reformasi dilakukan,” katanya. Menurut Chatib, selama ini reformasi diasosiasikan dengan perubahan yang besar dan kompleks. Padahal, reformasi kebijakan dengan model seperti itu tak selalu realistis. Banyak kendala yang harus dihadapi dalam merumuskan kebijakan publik, salah satunya modal politik. Gagasan besar yang bagus di atas kertas akan berujung sia-sia, jika tidak bisa menembus pemangku kebijakan. Oleh karena itu, reformasi kebijakan publik di era pandemi dapat dimulai secara sederhana dan kecil di tiap sektor. Kebijakan publik yang reformis tidak harus dalam bentuk gagasan besar dan kompleks, tetapi dimulai dari hal-hal yang praktis dan lokal.

“Reformasi bisa dimulai dengan sederhana dibawah kontrol kita. Setelah itu, barulah berpikir reformasi yang kompleks,” katanya. Chatib mencontohkan asal mula konsep layanan investasi “One Stop Service” di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sebab, investor perlu penjelasan informatif sebelum menanamkan modal.

Akademisi dan mantan Deputi II Kepala Staf Kepresidenan, Yanuar Nugroho mengatakan, setelah masuk ke lingkungan pemangku kebijakan, Ia melihat pemerintah perlu kritik dan masukan dari publik secara terus-menerus. Menurut dia, kebijakan publik menentukan kualitas hubungan warga dan pemerintah.

Akuntabilitas

Secara terpisah, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengakui, pemerintah menghadapi tantangan berat berupa akuntabilitas penggunaan anggaran penanganan Covid-19.

Tahun ini, alokasi anggaran penanganan Covid-19 mencapai Rp695,2 triliun untuk bidang kesehatan, perlindungan social, serta dukungan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), dunia usaha, dan pemerintah daerah. Secara umum, penyerapan anggaran masih terkendala di level operasional dan proses administrasi.

“Pemerintah akan menghadapi tantangan akuntabilitas penggunaan anggaran, satu tahun dari sekarang,” katanya dalam telekonferensi tentang solusi perekonomian penanganan Covid-19 menghadapi tantangan akuntabilitas, fleksibilitas, kecepatan, dan risiko kebijakan pemulihan ekonomi nasional, Sabtu (27/6).

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo berpendapat, perlu landasan hukum baru dalam kondisi luar biasa dengan tetap memprioritaskan akuntabilitas dan transparansi. Trauma pengalaman dipidanakan atau menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan pada masa lalu akan menjadikan tata kelola saat ini lebih ketat. (hjtp)

 

Sumber: Harian Kompas. Edisi: Senin, 29 Juni 2020.

Kategori Target Audience: 
Kategori Fakultas: 
Kategori Konten: