Indonesia Tetap Perlu Waspadai Imbas Pandemi Covid-19

 

Indonesia Tetap Perlu Waspadai Imbas Pandemi Covid-19

Indonesia Tetap Perlu Waspadai Imbas Pandemi Covid-19

 

JAKARTA, KOMPAS — (3/11/2021) Indonesia diperkirakan baru bisa kembali ke jalur pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen pada 2022. Hal itu bisa terjadi jika pemerintah tetap mewaspadai munculnya varian baru virus korona, memprioritaskan penanganan pandemi Covid-19, dan mempercepat vaksinasi.

Kepala Kajian Makroekonomi dan Ekonomi Politik Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) Jahen F. Rezki, Selasa (2/11/2021), mengatakan, pemerintah perlu belajar dari lonjakan kasus Co-vid-19 seiring munculnya virus korona baru varian Delta untuk menjaga pertumbuhan ekonomi ke depan.

Lonjakan kasus itu membuat pemerintah membatasi mobilitas masyarakat pada Juli dan Agustus 2021 sehingga aktivitas ekonomi tersendat. Implikasinya di bidang kesehatan sangat positif, yaitu pandemi terkendali. Sebaliknya, pembatasan aktivitas itu menyebabkan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2021 akan lebih rendah daripada triwulan II-2021.

”Kami memperkirakan ekonomi Indonesia triwulan III-2021 tumbuh di kisaran 3,9-4,3 persen dan pada akhir 2021 tumbuh 3,1-3,9 persen. Kemudian, pada 2022, perekonomian Indonesia diperkirakan bisa tumbuh 5,1-5,4 persen,” kata Jahen dalam telekonferensi pers di Jakarta.

Satu hal yang perlu diperhatikan dan diwaspadai adalah kemungkinan munculnya mutasi baru virus. ”Saat ini sudah muncul mutasi baru virus korona dari Inggris. Jangan sampai lengah dan mengabaikan protokol kesehatan agar ekonomi terjaga,” katanya.

Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) mencatat, dari sekitar 600.000 genom SARS CoV-2 yang telah didokumentasikan dari sejumlah negara, termasuk 446 genom SARS CoV-2 dari Indonesia, ditemukan 41.000 mutasi yang terbagi dalam 880 garis keturunan. Tiga varian yang menjadi perhatian utama adalah B.1.1.7 dari Inggris, varian P.1 dari Brasil, dan varian B.1.351 atau dikenal juga sebagai 501Y.V2 yang pertama kali diidentifikasi di Afrika Selatan (Kompas, 2 Maret 2021).

Di sisi lain, lanjut Jahen, pemerintah perlu mempercepat vaksinasi. Hingga 1 November 2021, yang sudah mendapat dosis pertama sekitar 120 juta orang atau sekitar 58 persen target, sedangkan yang dapat dosis kedua baru 74 juta orang atau sekitar 48 persen. Hal ini masih jauh dari target 70-80 persen dari total populasi.

Peneliti LPEM UI, Teuku Riefky, menambahkan, percepatan vaksinasi, penerapan protokol kesehatan, dan penguatan fasilitas kesehatan jadi kunci mengejar pertumbuhan kembali ke level pra-pandemi dikisaran 5,1-5,4 persen pada 2022. ”Prinsip yang perlu dijaga bersama adalah memprioritaskan kesehatan, maka ekonomi otomatis akan mengikuti. Aspek kesehatan inilah yang perlu dikelola dengan baik pada tahun depan,” katanya.

Masih ditopang ekspor

Menurut Riefky, tahun ini Indonesia masih beruntung lantaran ekspor tumbuh positif, bahkan hingga akhir tahun. Pertumbuhan itu tidak lepas dari kenaikan harga sejumlah komoditas ekspor unggulan, terutama minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan batubara.

Namun, Indonesia tidak bisa selamanya terus bergantung pada komoditas-komoditas itu. Pada suatu titik, harganya kembali turun jika permintaan telah normal dan faktor-faktor lain yang menjadi penghambatnya sudah terurai.

”Selain itu, pemerintah diharapkan tetap memberikan insentif bagi dunia usaha dan bantalan ekonomi bagi masyarakat miskin untuk menggeliatkan ekspansi dan menjaga konsumsi rumah tangga atau daya beli masyarakat. Namun, hal ini memerlukan penanganan aspek kesehatan yang baik agar dunia usaha dan masyarakat percaya diri berinvestasi serta beraktivitas ekonomi,” ujarnya.

Sementara itu, ekonom Moody’s Analytics, Shahana Mukherjee, memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2021 akan melambat menjadi 4,5 persen dari triwulan II-2021 yang sebesar 7,07 persen. Hal ini disebabkan oleh penurunan permintaan domestik yang cukup besar akibat lonjakan Covid-19 pada pertengahan Juli 2021.

”Sebaliknya, ekspor Indonesia tetap tinggi berkat kenaikan harga komoditas. Indonesia perlu menjaga ekspor karena jadi kekuatan penting bagi pertumbuhan ekonomi,” kata Shahana dalam siaran pers. (HEN)

 

Sumber: Harian Kompas. Edisi: Rabu, 3 November 2021. Rubrik Ekonomi dan Bisnis. Halaman 9.

Kategori Target Audience: 
Kategori Fakultas: 
Kategori Konten: