Kuliah Umum Diplomasi Multilateral Republik Indonesia

 

Kuliah Umum Diplomasi Multilateral Republik Indonesia

Rabu (8/2/2017), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) menggelar Kuliah Umum bertema “Diplomasi Multilateral Republik Indonesia” dengan mengundang Duta Besar Hasan Kleib (Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri) sebagai pembicara dan Duta Besar Dorodjatun Kuntjoro-Jakti serta Dra. Nurul Isnaeni, MA. sebagai moderator.

Kegiatan yang berlangsung di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI Kampus Depok ini dibuka dengan sambutan, Dekan FISIP UI, Dr. Arie Setiabudi Soesilo, M.Sc., yang memberikan apresiasi terhadap berlangsungnya kuliah umum ini. Sebagai pengantar, Duta Besar Dorodjatun Kuntjoro-Jakti mengatakan, kuliah umum ini diharapkan mampu memberikan penjelasan bahwa diplomasi—khususnya diplomasi multilateral—memiliki andil untuk menjaga ketertiban dunia. Bernegara bukan hanya persoalan kedaulatan, tetapi juga tanggung jawab. Saat ini situasi global tengah dihadapkan pada pandangan skeptis dan negatif terhadap lembaga-lembaga internasional, sehingga kuliah umum ini dimaksudkan untuk membuka pandangan dan mengubah paradigma terkait dengan sikap skeptism.

Kuliah umum ini terbagi dalam tiga segmen topik, yakni (1) Apa itu multilateral dan bagaimana cara kerja multilateral. (2) Bagaimana diplomasi multilateral RI saat ini. (3) Isu-isu yang tengah dihadapi. Dalam kuliah umumnya, Duta Besar Hasan Kleib memaparkan bahwa situasi global saat ini mencerminkan ketidakpastiaan. Ancaman sekarang tidak lagi terkait dengan isu tradisional seperti perang antar negara. Tantangan kini lebih dimensional atau non-traditional security. Permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan isu kejahatan transnasional, terorisme, perdagangan manusia, illegal logging hingga masalah pengungsi yang kian mengemuka. Terdapat agenda pembangunan, kesehatan seperti kasus ebola atu flu burung dan masalah-masalah kemanusiaan maupun pelanggaran HAM. Pada situasi dan kondisi saat ini, tidak ada satupun negara yang mampu menyelesaikannya sendiri. Oleh karena itu, setiap negara harus saling berkontribusi dari negara besar hingga negara terkecil sekalipun. Setiap negara memiliki andil.

Menurut Hasan, berbeda dengan bilateral, multilateral seperti melukis di atas awan. Tidak konkrit karena memang tujuannya untuk mencari solusi, membuat pengaturan, norma, dan code of conduct. Hasil multilateral berupa legally binding seperti traktat atau konvensi yang apabila telah diratifikasi oleh suatu negara, secara hukum negara tersebut dapat dikenakan sanksi jika tidak mengimplementasikan. Kemudian, politically atau morally binding seperti communicate atau deklarasi dan non-binding seperti chair statement.  Pengambilan keputusan di tingkat multilateral dilakukan dengan cara konsensus atau votting. Konsensus lebih bersifat akomodasi sedangkan votting memiliki mekanisme possition yang terdiri atas; mendukung, abstain atau menentang. Dalam konteks, votting juga memiliki mekanisme untuk melakukan explanation of vote, before vote atau after vote.

 

Hasan menambahkan, diplomasi multilateral RI selalu mengedepankan posture dan credential. Indonesia harus menunjukkan diri sebagai negara terbesar di ASEAN, keempat di dunia, dan muslim terbesar di dunia. Indonesia negara yang menjunjung nilai-nilai demokrasi dan toleransi, reliable partner dan trustworthy. Tuntuan utama dalam diplomasi multilateral Indonesia harus memajukan kepentingan nasional dan mengamankan posisi Indonesia. 

Kategori Target Audience: 
Kategori Konten: