MAKSI-PPAk bersama KPMG, Sustainability in Practice: How to Integrate Sustainability into Your Business

 

MAKSI-PPAk bersama KPMG, Sustainability in Practice: How to Integrate Sustainability into Your Business

MAKSI-PPAk bersama KPMG

Sustainability in Practice: How to Integrate Sustainability into Your Business

 

Rifdah Khalisha – Humas FEB UI

DEPOK – (9/4/2021) Magister Akuntansi – Pendidikan Profesi Akuntan (MAKSI-PPAk) FEB UI bersama Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) mengadakan kuliah umum dengan mengusung topik “Sustainability in Practice: How to Integrate Sustainability into Your Business” pada Jumat (9/4). Menghadirkan Liu Chai Hong, Manajer Governance and Sustainability KPMG Malaysia sebagai pemateri, serta Luluk Widyawati, Ph.D., staff pengajar Departemen Akuntansi FEB UI sebagai pemandu acara. Hadir pula Dr. Ancella A. Hermawan, Ketua Departemen Akuntansi FEB UI dalam sambutan pembuka.

Ancella menyampaikan, “Hari ini kami sangat beruntung karena kehadiran pemateri terbaik dari Malaysia. Liu telah banyak terlibat dalam praktik manajemen keberlanjutan yang sebenarnya tengah menjadi isu hangat dalam dunia bisnis. Melalui sesi menarik hari ini, saya harap mahasiswa dapat menambah ide dan wawasan baru tentang sisi praktis penerapan konsep keberlanjutan dalam bisnis.”

Memulai paparannya, Liu menjelaskan tentang environmental, social, and good governance (ESG), “Risiko ESG berarti risiko dan peluang lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST) yang dapat berdampak pada entitas. Dengan kata lain, dapat disebut sebagai risiko keberlanjutan atau non-keuangan.”

Dalam konteks individu, lingkungan berarti masalah seputar dampak perubahan iklim, efisiensi energi, pengelolaan air, dan keanekaragaman hayati. Sosial berarti masalah seputar praktik tempat kerja, sumber daya manusia, komunitas lokal, masalah ketenagakerjaan, kesehatan dan keselamatan. Tata kelola berarti masalah seputar penyelarasan kepentingan, kemandirian dan komposisi, etika dan integritas.

Sementara itu, dalam konteks perusahaan, lingkungan berarti risiko terhadap gas rumah kaca, limbah, air, dan penggunaan lahan. Sosial berarti tenaga kerja, manajemen keselamatan, keterlibatan pelanggan, dan komunitas. Tata kelola berarti struktur dan pengawasan, kode etik dan nilai, transparansi dan pelaporan, risiko dan sistem dunia maya.

Liu mengungkapkan, “Selama bertahun-tahun, seiring kecepatan laju pertumbuhan, banyak organisasi gagal mengelola masalah ESG. Masalah ini berdampak pada reputasi, loyalitas pelanggan, dan kinerja keuangan.”

“Pada banyak kasus, ada peran serta dari media, media sosial, dan kampanye organisasi non-pemerintah lainnya dalam membawa masalah tersebut menjadi perhatian masyarakat sipil dan organisasi,” sambungnya.

Lalu, Liu membahas keuangan berkelanjutan, penggabungan konsep ESG dan keuangan. Ia mengatakan, “Keuangan berkelanjutan umumnya mengacu pada pertimbangan faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola saat membuat keputusan investasi di sektor keuangan. Nantinya, mengarah pada peningkatan investasi jangka panjang ke dalam kegiatan dan proyek ekonomi berkelanjutan. Lembaga keuangan—seperti bank dan asuransi—serta pemilik atau pengelola aset dapat menerapkannya.”

Menurut Liu, setiap perusahaan beserta pegawainya bisa mengintegrasikan konsep pengelolaan ESG. Mereka perlu pengamatan lebih terhadap beberapa hal, yakni kerangka kerja manajemen risiko yang tumpang tindih, struktur tata kelola yang terkotak-kotak, kenaikan jumlah karyawan yang signifikan, proses manual yang intensif dan berlebihan, serta infrastruktur pendukung yang tidak berkelanjutan.

“Tak hanya terbatas pada perusahaan, kini perguruan tinggi pun dapat menerapkan struktur tata kelola ESG. Misalnya, membentuk perwakilan siswa, kelompok pengarah berkelanjutan, dan kepemimpinan pengelolaan lingkungan, dan sebagainya,” tutup Liu. (hjtp)

Kategori Target Audience: 
Kategori Fakultas: 
Kategori Konten: