MEKK FEB UI bersama Visiting Professor Macquarie University Seri-3: Global Health and SDGs Indonesia

 

MEKK FEB UI bersama Visiting Professor Macquarie University Seri-3: Global Health and SDGs Indonesia

MEKK FEB UI bersama Visiting Professor Macquarie University Seri-3: Global Health and SDGs Indonesia

 

Nino Eka Putra – Humas FEB UI

DEPOK – (18/4/2021) Dr. Salut Muhidindari Macquarie University, Sydney, Australia menjadi pemateri dalam rangkaian acara Visiting Professor, bertajuk “Global Health and SDGs Indonesia” yang diselenggarakan oleh Magister Ekonomi Kependudukan dan Ketenagakerjaan (MEKK) FEB UI, pada Minggu (18/4/2021).

Dalam paparannya, Salut Muhidin menyampaikan bahwa kesehatan global merupakan masalah dan kekhawatiran kesehatan yang melampaui batas-batas nasional dan dapat dipengaruhi oleh pengalaman di negara lain serta ditangani dengan tindakan/solusi kooperatif (Institute of Medicine, USA, 1997). Masalah kesehatan global bersifat kompleks dan sistemik disebabkan oleh faktor lingkungan atau perubahan iklim, penyakit, keamanan pangan dan menjadi perhatian seluruh negara.

World Health Organization (WHO) tahun 2020 merilis laporan yang berisi daftar tantangan masalah kesehatan paling mendesak dalam 10 tahun ke depan, di antaranya meningkatkan kesehatan dalam debat iklim, memberikan kesehatan dalam konflik dan krisis, membuat perawatan kesehatan lebih adil, memperluas akses untuk mendapatkan obat-obatan, menghentikan penyakit menular, bersiap hadapi wabah, melindungi orang dari produk berbahaya, berinvestasi pada orang yang menjaga kesehatan kita, menjaga remaja tetap aman, dan mendapatkan kepercayaan publik.

Selain itu, WHO bekerja sama dengan banyak negara untuk memperkuat perawatan kesehatan primer, sehingga terjadi kontak pertama secara perorangan sebagai proses awal pelayanan kesehatan. Saat ini, di era pandemi Covid-19, semua negara melakukan vaksinasi untuk melindungi dan memberikan imunitas kekebalan tubuh bagi masyarakat. Diperkirakan, pada 2030, dunia akan membutuhkan tambahan 18 juta tenaga kesehatan, terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk 9 juta perawat dan bidan.

Menurut Salut Muhidin, di sisi lain, sebelum pelaksanaan Millennium Development Goals (MDGs) berakhir, pada UN Summit on MDGs 2010 telah dirumuskan agenda pembangunan dunia pasca 2015. Hal ini diperkuat dengan disepakatinya dokumen ‘The Future We Want’ dalam UN Conference on Sustainable Development 2012. Kedua hal ini menjadi pendorong utama penyusunan agenda pembangunan pasca 2015 yang disepakati dalam Sidang Umum PBB pada September 2015, yaitu Agenda 2030 tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).

Beberapa agenda MDGs yang belum tercapai akan dilanjutkan dalam pelaksanaan pencapaian SDGs hingga tahun 2030. SDGs sebagai penyempurnaan MDGs karena SDGs lebih komprehensif, disusun dengan melibatkan negara maju dan berkembang, memperluas sumber pendanaan selain bantuan negara maju juga sumber dari swasta, menekankan pada hak asasi manusia agar diskriminasi tidak terjadi dalam penanggulangan kemiskinan inklusif yang menyasar kepada kelompok rentan, pelibatan seluruh pemangku kepentingan (pemerintah dan parlemen, filantropi dan pelaku usaha, pakar dan akademisi, serta organisasi kemasyarakatan dan media),MDGs hanya menargetkan pengurangan ‘setengah’ sedangkan SDGs menargetkan untuk menuntaskan seluruh tujuan, dan SDGs tidak hanya memuat tujuan tapi juga sarana pelaksanaan.

Di Indonesia, SDGs diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pencapaian SDGs yang telah ditandatangani oleh Presiden pada 5 Juli 2017. Di bawah peraturan tersebut, ada kementerian dan lembaga pemerintah lainnya yang menyiapkan rencana aksi nasional SDGs. Pemerintah daerah (termasuk provinsi) juga menyiapkan rencana aksi SDGs di daerah

“Hasil data analisis SDGs di Inonesia selama ini menunjukkan bahwa SDGs tidak akan tercapai dengan metode bisnis biasa. Kemiskinan ekstrim diremehkan dan akan menghadapi masalah ‘last mile’ menjelang tahun 2030. Meskipun semua menghadapi kesenjangan SDGs yang besar, masing-masing provinsi memiliki kelebihan dan kekurangan. Kebanyakan provinsi yang relatif tertinggal secara keseluruhan dimensi, seperti Papua, Papua Barat, seluruh Sulawesi kecuali Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, sebagian Sumatera (Aceh, Bengkulu, Lampung). Provinsi kaya sumber daya berada di Kepulauan Riau dan Kalimantan Timur yang memimpin dengan baik di sebagian besar dimensi, bahkan di depan Jawa, tetapi tidak dengan Papua. Provinsi berbasis di Jawa memiliki kelemahan dalam dimensi tertentu berupa kesenjangan dan masalah lingkungan. Secara umum, tren masa lalu tidak menunjukkan konvergensi penting untuk sebagian besar indikator,” demikian Salut Muhidin menutup sesinya.

Kategori Target Audience: 
Kategori Fakultas: 
Kategori Konten: