Monthly Discussion LD FEB UI: Angka Stunting Indonesia Masih Tertinggi Kedua Setelah Papua Nugini di Asia-Pasifik

 

Monthly Discussion LD FEB UI: Angka Stunting Indonesia Masih Tertinggi Kedua Setelah Papua Nugini di Asia-Pasifik

Monthly Discussion LD FEB UI: Angka Stunting Indonesia Masih Tertinggi Kedua Setelah Papua Nugini di Asia-Pasifik

 

DEPOK – (29/7/2022) Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) memiliki program baru bertajuk diskusi dinamika kependudukan dengan berbagai tema yang diselenggarakan setiap bulannya. Monthly Discussion ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk memperkuat jaringan antara para stakeholder, ahli kependudukan, dan para peneliti. Sesi ketiga diskusi tersebut diadakan pada Jumat (29/7), dengan tema “Tantangan dan Strategi Penurunan Angka Tengkes (Stunting) sebagai Fondasi Pembangunan Kependudukan”.

Diskusi ini diharapkan dapat menjadi bentuk pengabdian kepada masyarakat dari LD FEB UI sebagai salah satu tri dharma perguruan tinggi untuk bersama-sama merumuskan, menganalisis, dna memberikan rekomendasi kebijakan kepada para pihak, sekaligus untuk memberikan informasi, update mengenai berbagai isu atau permasalahan dan membahas mengenai strategi-strategi kebijakan bersama para pihak.

Forum diskusi yang dimoderatori oleh Dr. Abdillah Ahsan menghadirkan Ir. Siti Fathonah, MPH selaku Petugas Lapangan Keluarga Berencana dan Ahli Utama dari BKKBN (mewakili Kepala BKKBN selaku Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting tingkat pusat); Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, M.P.H. selaku Guru Besar FKM UI Bidang Gizi dan Kesehatan; Pungkas Bahjuri Ali, S.TP, MS, Ph.D., selaku Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas; dr. Elvina Karyadi, M.Sc., SpGK, Ph.D. selaku Senior Health Specialist World Bank Indonesia.

Di awal diskusi, Ir. Siti Fathonah, MPH menyatakan bahwa berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi balita yang mengalami stunting di Indonesia adalah 24,4%. Kendati angka stunting sudah mengalami tren penurunan dari 2018 ke 2021 sebanyak kurang lebih hampir 6%, namun Indonesia masih harus mengejar target Presiden RI Joko Widodo sebesar 14% hingga tahun 2024 mendatang.

Siti memaparkan bahwa NTT adalah provinsi dengan angka stunting tertinggi yaitu sebesar 37,8% dan Bali adalah provinsi terendah sebesar 10,9%. Berbagai bentuk kebijakan telah direncanakan dan disempurnakan, hingga akhirnya sampai pada Peraturan Presiden No. 72 Tahun 2021 bertajuk “RAN PASTI” (Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting) yang mulai menguatkan konvergensi melalui penyediaan data, pendampingan keluarga mulai dari Catin (Calon Pengantin) hingga anak usia 24 hingga 59 bulan, surveilans keluarga berisiko stunting, dan melakukan pengauditan kasus stunting. Beberapa upaya tersebut dilakukan mengingat angka stunting di Indonesia masih menempati posisi tertinggi kedua setelah Papua Nugini di Asia-Pasifik.

Pembicara selanjutnya, Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, M.P.H., memaparkan beberapa best practice penurunan stunting di negara-negara yang berhasil menurunkan stunting secara relatif cepat yaitu Thailand, Vietnam, Brazil dan Peru.

Beberapa lesson learned yang dapat menjadi inovasi penurunan stunting yang dapat menjadi masukkan beberapa diantaranya komitmen politik yang berkelanjutan, diperlukan kegiatan yang bersifat multisektoral, fokus pada intervensi yang berbasis bukti keberhasilan, peningkatan akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas, dan mobilisasi serta keterlibatan masyarakat untuk penyampaian dan pemanfaatan layanan.

Dalam kesempatan ini dan melanjutkan materi pembicara sebelumnya, Prof. Sandra pun memaparkan beberapa program intervensi spesifik penurunan stunting dimulai dari catin (termasuk remaja putri dan ibu pra hamil) melalui konsumsi tablet tambah darah untuk mengatasi anemia; lalu pemeriksaan kehamilan, konsumsi tablet tambah darah serta PMT (pemberian makanan tambahan) pada ibu hamil yang mengalami KEK (Kekurangan Energi Kronis); dan pentingnya pemberian asi eksklusif pada bayi 0-6 bulan dan PMT protein hewani baduta pada bayi/anak usia 6-23 bulan. Terkait dengan hal tersebut, dua paket intervensi esensial yaitu pendekatan berbasis sekolah, dan pendekatan bauran pada kelompok remaja akhir (15-19 tahun) yang melibatkan komunitas media dan sistem kesehatan.

Selanjutnya, Pungkas Bahjuri Ali, S.TP, MS, Ph.D., memaparkan bawa SDM yang berkualitas, produktif, dan menguasai teknologi, merupakan visi Indonesia pada tahun 2045 untuk menjadi negara dengan pendapatan tertinggi dan ekonomi terbesar dunia. Sayangnya hal tersebut tidak mungkin tercapai jika stunting masih menjadi permasalahan utama yang membayangi SDM di Indonesia.

Stunting dapat terjadi pada berbagai profil keluarga, namun umumnya anak stunting lebih banyak ditemui pada keluarga dengan KK tidak tamat SD, ibu terlalu muda, dan anak yang lahir dengan BBLR. Dalam hal ini, penduduk miskin cenderung memiliki prevalensi stunting lebih tinggi dibanding, dan hampir 4-54% penduduk Indonesia tidak dapat menjangkau kebutuhan minimal makanan bergizi. Bapak Pungkas memaparkan bahwa bantuan sosial dapat menjadi strategi kunci untuk dimanfaatkan untuk peningkatan gizi keluarga penerima manfaat dengan 1.000 HPK.

Pembicara terakhir, dr. Elvina Karyadi, M.Sc., SpGK, Ph.D., menambahkan pemaparan pembicara-pembicara sebelumnya, yaitu berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) terakhir terkait angka underweight khususnya kekurangan gizi secara akut cenderung meningkat di masa Covid-19. Kasus ini harus menjadi perhatian penting karena mengindikasikan bahwa Covid-19 berpengaruh pada status gizi balita. Hal yang dikhawatirkan dari kasus underweight yang berulang adalah potensi timbulnya permasalahan stunting.

Dokter Elvina menekan kembali lesson learned dari Peru yang berhasil mengurangi stunting sebanyak 15% poin dalam waktu 8 tahun. Hal yang paling ditekankan adalah pentingnya konvergensi multisektoral antara pelayanan kesehatan, gizi yang berkualitas, pengasuhan dan stimulasi yang memadai, keamanan pangan bergizi, air dan sanitasi. Dalam hal ini, World Bank menginisiasi Program INEY (Investing in Nutrition & Early Years Program) untuk memfasilitasi upaya konvergensi tersebut.

 

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi narahabung:

Finda Prafianti, S.Sos.

Corporate Secretary Lembaga Demografi FEB UI

corsec@ldfebui.org

08119692610

Kategori Target Audience: 
Kategori Fakultas: 
Kategori Konten: