Peneliti FKUI Teliti Mutasi Virus pada Terapi Koinfeksi Virus Hepatitis C-HIV

 

Peneliti FKUI Teliti Mutasi Virus pada Terapi Koinfeksi Virus Hepatitis C-HIV

Infeksi human immunodeficiency virus (HIV) semakin sering ditemukan bersamaan dengan virus hepatitis C (VHC) atau yang disebut sebagai koinfeksi VHC-HIV. Adanya infeksi HIV akan memperberat perjalanan penyakit hepatitis C dan juga menurunkan respons pengobatan. Kombinasi obat pegylated interferon dan ribavirin (Peg-IFN/RBV) merupakan salah satu terapi pada pasien hepatitis C kronik yang diberikan selama 48 minggu, namun hasil terapi seringkali kurang memuaskan terutama pada pasien koinfeksi VHC-HIV.

Berbagai faktor yang mempengaruhi respons pengobatan telah diteliti antara lain faktor virus, pejamu, dan pengobatan. Mutasi virus diduga berperan penting dalam menentukan hasil terapi. Penelitian mengenai permasalahan tersebut pun masih terhitung sedikit dan studi yang telah dilakukan hingga saat ini hanya berfokus pada jumlah mutasi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, diperlukan penelitian yang tidak hanya melihat jumlah mutasi melainkan juga jenis mutasi. Dengan mengetahui jenis mutasi ini, diharapkan dapat menentukan peran mutasi terkait terapi yang sebaiknya diberikan pada pasien koinfeksi VHC-HIV. Hingga saat ini, masih belum ada penelitian yang menghubungkan antara jenis mutasi pada pasien koinfeksi VHC-HIV.

Penelitian kemudian dilakukan oleh peneliti dari Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran FKUI, dr. Juferdy Kurniawan, SpPD-KGEH. Seluruh pasien diambil darahnya untuk diperiksakan mutasi virus sebelum menjalani terapi Peg-IFN/RBV. Penelitian ini menemukan bahwa pada VHC yang mengalami mutasi, yang mampu mengubah fungsi (mutasi nonnetral) pada lokasi tertentu memiliki hasil terapi yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak memiliki mutasi. Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah mutasi atau perubahan sebanyak satu asam amino pada VHC cukup untuk memberikan hasil terapi Peg-IFN/RBV yang baik.

Saat ini, pengobatan VHC memang perlahan-lahan mulai digantikan oleh Direct Acting Antiviral (DAA), sehingga penelitian jenis mutasi guna evaluasi sebelum diberikan DAA sangat disarankan untuk dilakukan.

Pemaparan hasil  penelitian tersebut dipresentasikan oleh dr. Juferdy Kurniawan, SpPD-KGEH pada sidang promosi doktornya, Senin (27/5/2019) lalu di Ruang Auditorium Lt. 3, Gedung IMERI FKUI Salemba.

Disertasi berjudul “Peran Mutasi Regio NS5A Virus Hepatitis C dan SNP IL-28B Pejamu terhadap Keberhasilan Terapi Pegylated Interferon dan Ribavirin pada Pasien Koinfeksi VHC-HIV” berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji. Bertindak selaku ketua tim penguji adalah Prof. Dr. dr. Suhendro, SpPD-KPTI dengan anggota tim penguji dr. Nafrialdi, SpPD, SpFK, PhD; Prof. dr. Suzanna Immanuel, SpPK(K); Dr. dr. Kuntjoro Harimurti, MSc, SpPD-K.Ger; dan Prof. dr. Lukman Hakim Zain, SpPD-KGEH (Universitas Sumatera Utara).

Di akhir sidang, Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB selaku ketua sidang mengangkat dr. Juferdy Kurniawan, SpPD-KGEH sebagai Doktor dalam bidang Ilmu Kedokteran di FKUI.

Melalui sambutannya, promotor Dr. dr. Rino Alvani Gani, SpPD-KGEH dan ko-promotor Prof. Dr. dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD-KAI, FINASIM serta dr. R. Fera Ibrahim, MSc, SpMK(K), PhD berharap hasil penelitian ini, yaitu pemeriksaan mutasi VHC, dapat diterapkan dalam praktik klinis sehari-hari walaupun masih memerlukan validasi lebih lanjut.

Kategori Target Audience: 
Kategori Fakultas: 
Kategori Konten: