UI Kukuhkan Dr. dr. Imam Subekti, SpPD-KEMD sebagai Guru Besar UI Kukuhkan Dr. dr. Imam Subekti, SpPD-KEMD sebagai Guru Besar

 

UI Kukuhkan Dr. dr. Imam Subekti, SpPD-KEMD sebagai Guru Besar UI Kukuhkan Dr. dr. Imam Subekti, SpPD-KEMD sebagai Guru Besar

Selain kencing manis (diabetes melitus), penyakit tiroid merupakan salah satu dari dua masalah besar di bidang endokrinologi dan metabolisme. Hormon tiroid memiliki banyak peran penting dalam berbagai proses metabolisme, mulai dari metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, hingga regulasi suhu tubuh serta aktifitas fisiologis pada hampir semua sistem organ tubuh manusia.

Oleh karena itu, apabila terdapat gangguan fungsi tiroid, baik berupa kelebihan (hipertiroidisme) atau kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme), akan mengganggu berbagai proses metabolisme dan aktifitas fisiologis, serta akan memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan berbagai jaringan termasuk sistem saraf dan otak.

Penyakit Graves adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan kelenjar tiroid yang aktif dan memproduksi hormon tiroid secara berlebihan. Di antara penyakit-penyakit di bidang tiroid, penyakit Graves menempati posisi penting mengingat jumlahnya sekitar seperempat dari keseluruhan kasus tiroid dan bahkan merupakan penyebab sebagian besar kasus kelebihan hormon tiroid (hipertiroidisme).

Apabila penyakit Graves disertai tanda dan gejala pada mata, disebut Oftalmopati Graves (OG), maka akan berdampak buruk dan menurunkan kualitas hidup karena OG merupakan salah satu penyakit tiroid dengan modalitas terapi yang relatif terbatas dan hasil pengobatannya pun masih belum memuaskan.

Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Dr. dr. Imam Subekti, SpPD-KEMD pada prosesi pengukuhan guru besar, Sabtu (12/10/2019) di Aula IMERI FKUI, Kampus UI Salemba. Pada sidang yang dipimpin langsung oleh Rektor Universitas Indonesia, Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M.Met, tersebut, Prof. Imam membacakan pidato pengukuhannya yang berjudul “Kolaborasi dalam Pengelolaan Tiroid di Indonesia: Fokus pada Pencegahan Oftalmopati pada Penyakit Graves”.

Terdapat beberapa faktor yang diidentifikasi sebagai faktor risiko timbulnya oftalmopati pada penyakit Graves dan berpengaruh pada progresivitas OG. Faktor risiko tersebut dikelompokkan menjadi 2, yaitu: (a) Kelompok yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu usia, jenis kelamin, dan genetik; dan (b) Kelompok yang dapat dimodifikasi, yaitu faktor lingkungan, penggunaan terapi yodium radioaktif untuk kelebihan hormon tiroid, disfungsi tiroid (hipertiroid dan hipotiroid), dan kadar TRAb (antibodi reseptor TSH).

Oleh karena itu upaya pencegahan bisa dilakukan, dalam bentuk upaya pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer OG ditujukan untuk mencegah kejadian OG dengan penghentian merokok dan mempertahankan kadar hormon tiroid dalam batas normal (eutiroidisme); pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah progresi OG dengan melakukan penghentian merokok, mempertahankan eutiroidisme ditambah pemberian selenium; sedangkan pencegahan tersier bertujuan mencegah komplikasi dan meminimalisasi kecacatan dengan melakukan penghentian merokok, mempertahankan eutiroidisme ditambah intervensi lokal di bagian mata serta pembedahan.

Upaya pencegahan memerlukan pendekatan holistik yang mempertimbangkan manusia secara utuh baik fisik, psikologis, sosial, dan spiritual. Selain pendekatan holistik, pendekatan tim terhadap pasien juga sangat penting. Dalam pendekatan tim, pasien merupakan fokus utama dan dengan demikian menjadi tanggung jawab setiap anggota tim.

Berdasar pada pemahaman diatas, para dokter lintas departemen di RSCM yang memiliki minat pada penyakit Graves dan OG sudah mencoba membangun kebersamaan dalam mengelola pasien OG dengan menyusun Petunjuk Praktis Pencegahan dan Pengelolaan Oftalmopati Graves. Pada titik ini kolaborasi lintas departemen merupakan sebuah solusi, baik untuk kepentingan pasien, maupun untuk kepentingan proses belajar mengajar.

Kolaborasi lintas departemen tentu tidak boleh berhenti sampai tersusunnya Petunjuk Praktis saja, tetapi harus secara konsisten melaksanakan petunjuk yang telah disepakati, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian untuk bahan evaluasi, sambil dirintis pembentukan klinik terpadu tiroid-mata.

Melalui upaya-upaya tersebut, diharapkan pengelolaan oftalmopati Graves di Indonesia dapat menemukan titik terang sehingga pasien penyakit Graves dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik.

Bersamaan dengan Prof. Imam Subekti, di hari dan tempat yang sama, UI juga mengukuhkan seorang Guru Besar Tetap dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yaitu Prof. Dr. Dra. Valina Singka Subekti, M.SiPada kesempatan tersebut, beliau menyampaikan pidatonya yang berjudul “Sistem Pemilu dan Penguatan Presidensialisme Pasca Pemilu Serentak 2019.”

Upacara pengukuhan keduanya terasa spesial dan inspiratif karena kedua Guru Besar UI ini merupakan pasangan suami istri. Peristiwa unik ini pun mendapatkan apresiasi dari Museum Rekor Indonesia, yang menganugerahi keduanya Piagam Penghargaan Museum Rekor-Dunia Indonesia.

Berdasarkan UU No.14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru besar atau profesor yang selanjutnya disebut profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi. Menjadi sebuah kebanggaan bagi Universitas Indonesia ketika para civitas akademikanya begitu mencintai almamaternya dan mencetak banyak prestasi.

Dengan bertambahnya peraih gelar Guru Besar, diharapkan dapat memacu semangat sivitas akademika UI lainnya untuk terus berprestasi dan dapat menaikkan nama besar UI di kancah nasional dan internasional.

Kategori Target Audience: 
Kategori Fakultas: 
Kategori Konten: 
Tags: