Workshop PPIA FEB UI: Antisipasi Badai Perubahan Audit di Masa Covid-19

 

Workshop PPIA FEB UI: Antisipasi Badai Perubahan Audit di Masa Covid-19

Workshop PPIA FEB UI: Antisipasi Badai Perubahan Audit di Masa Covid-19

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – (19/8/2020) Program Pascasarjana Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) mengadakan Workshop secara virtual, bertajuk “Weathering the Storm: How Auditing has Altered in the Wake of Covid-19”, pada Rabu (19/8/2020).

Narasumber pada Workshop ini ialah Adi Masli, Ph.D., Associate Professor and Koch Foundation Fellow The University of Kansas School of Business, USA, dengan moderator Yulianti Abbas, Ph.D., Ketua Program Studi PPIA FEB UI dan dibuka oleh Dr. Ancella A. Hermawan, Ketua Departemen Akuntansi FEB UI.

Adi Masli, sebagai narasumber, menyampaikan berkembangnya Covid-19 dan adanya pembatasan perjalanan di seluruh dunia, bersamaan dengan adanya kebutuhan untuk melakukan audit sesuai dengan peraturan/hukum, telah memunculkan tantangan terhadap upaya audit internal untuk menemukan alternatif lain sebagai pengganti proses audit tradisional, yang awalnya tatap muka menjadi proses audit jarak jauh. Strategi untuk mengatasi pada setiap bagian proses penugasan audit dilakukan secara jarak jauh atau online, meliputi perencanaan, pemeriksaan dokumen, kerja lapangan, wawancara, dan pertemuan penutupan.

Mengacu pada Financial Accounting Standards Board (FASB) ASC 275, standar ini mengharuskan perusahaan untuk memiliki pengungkapan yang berfokus pada risiko dan ketidakpastian secara signifikan yang dapat mempengaruhi jumlah yang dilaporkan pada laporan keuangan dalam waktu dekat. Namun, perusahaan mengalami tantangan pada penggunaan estimasi untuk membentuk laporan keuangan dan kerentanan pada kondisi negatif, karena ketidakpastian sekarang ini yang membuat perusahaan terpapar risiko serta kerugian dalam waktu dekat.

Selain itu, standar audit profesional mengharuskan auditor untuk mengevaluasi tentang ada atau tidaknya keraguan substansial tentang kemampuan klien untuk melanjutkan kelangsungan usaha. “Dengan kata lain, auditor perlu memperingatkan jika klien tidak akan bertahan dalam waktu satu tahun setelah auditor menandatangani opini audit. Misalnya, mengaudit inventaris, klien mungkin tidak dapat melakukan penghitungan fisik inventaris pada akhir tahun, karena keadaan Covid-19 dan tim audit mungkin tidak dapat menghadiri secara langsung,” imbuh Adi Masli.

Berdasarkan diskusi dengan pimpinan kantor akuntan publik, pada 6 Agustus 2020 PricewaterhouseCoopers (PwC), membantu klien dengan memberikan layanan pengesahan dan writing comfort letters. PwC telah berinvestasi dalam teknologi digital untuk membantu perusahaan. Biaya audit tetap stabil dan komite audit sudah meminta potongan biaya. Auditor akan melakukan lebih banyak pekerjaan dengan berusaha lebih keras dan berlaju dengan banyak risiko. Hal itu membuat auditor yang berada di posisi lebih senior menjadi lebih produktif.

Di satu sisi, perusahaan akuntan publik lainnya, seperti Ernst & Young (EY) sudah menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk lease accounting. Analisis dokumen lease accounting secara tradisional dilakukan dengan menggunakan tinjauan manusia. Alat artificial intelligence akan memungkinkan untuk meninjau sekitar 70%-80% dari isi sewa sederhana secara elektronik dan sisanya untuk dipertimbangkan oleh manusia.

“Pada dasarnya, untuk menggambarkan tiga tahapan kondisi penyebab terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan perusahaan, yaitu tekanan, peluang, dan rasionalisasi (pembenaran), perlu analisis Fraud Triangle. Ketiga tahapan Fraud Triangle sifatnya saling berkaitan. Artinya, seorang pekerja tidak akan memiliki kesempatan jika tidak mendapat dorongan atau tekanan untuk berbuat curang,” demikian Adi Masli menutup sesi pemaparannya. (hjtp)

Kategori Target Audience: 
Kategori Fakultas: 
Kategori Konten: