Fajrul Rahman: Distingsi Pemilih di Indonesia

Image: 

 

Fajrul Rahman: Distingsi Pemilih di Indonesia

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) menggelar sidang terbuka Promosi Doktor Ilmu Komunikasi dengan promovendus atas nama M. Fajrul Rahman. Fajrul menyampaikan penelitian disertasi dengan judul, “Distingsi Pemilih di Indonesia (Studi Interpretative Phenomenological Analysis Habitus Kelas dan Perilaku Pemilih dengan Pendekatan Strukturalisme Genetik Pierre Bourdieu)”. Promotor Fajrul adalah Prof. Dr. Ilya R. Sunarwinadi, M. Si. dengan Kopromotor Dr. Pinckey Triputra, M. Sc. Fajrul menjalani sidang terbuka secara daring pada Rabu (21/4), dan berhasil dinyatakan lulus dengan predikat Sangat Memuaskan.

Penguji dalam sidang ini adalah Prof. Dr. Alois Agus Nugroho, Ph.D.; Prof. Effendi Gazali, MPS ID., Ph.D.; Sirojuddin Abbas, Ph.D.; Prof. Dr. Billy K. Sarwono, M.A.; Dr. Eriyanto, M.Si.; Inaya Rakhmani, M.A., Ph.D. Sidang diketuai oleh Dr. Arie Setiabudi Soesilo, M.Sc.

Disertasi Fajrul adalah penelitian komunikasi politik, khususnya perilaku memilih (voting behavior), yang bertujuan untuk menemukan bagaimana pemrosesan informasi oleh pemilih berdasarkan distingsi (distinction) kelas sosial dan habitus kelas sosial pemilih untuk memproduksi opini politik dan pilihan politik pada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden pada 17 April 2019. Kelas sosial, distingsi kelas dan habitus kelas pemilih dalam formasi sosial masyarakat kontemporer Indonesia (historical situatedness) tersebut dianalisis dengan memakai model kelas sosial baru berdasarkan pendekatan strukturalisme genetik Pierre Bourdieu.

Metode yang digunakan adalah convergent parallel mixed method, pendekatan kuantitatif dengan analisis kluster digunakan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan kelas-kelas sosial di Indonesia. Sementara pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dengan para informan kunci digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang habitus kelas dan modus produksi opini politik masing-masing kelas sosial dengan menggunakan the modes of production of opinion Bourdieu.

Fajrul, yang juga Staf Khusus Presiden Republik Indonesia Joko Widodo di bidang komunikasi sekaligus Juru Bicara Presiden tersebut, menemukan melalui analisis kuantitatif dan kualitatif dengan interpretative phenomenological analysis berhasil mengidentifikasi empat kelas sosial di Indonesia lengkap dengan habitus kelas masing-masing, yakni kelas elite, kelas menengah profesional, kelas menengah tradisional, dan kelas marhaen. Tiap-tiap kelas sosial memiliki jumlah dan komposisi kapital ekonomi, budaya, dan sosial yang berbeda, serta habitus kelas dan kapital simbolik yang berbeda pula, juga memiliki modus produksi opini politik yang juga menunjukkan perbedaan (distinction).

Perbedaan modus produksi opini politik berhubungan langsung dengan perbedaan habitus kelas  masing-masing kelas sosial. Penelitian Fajrul ini juga menunjukkan bahwa modus produksi opini politik dan pilihan politik tersebut terkondisikan secara sosial. Kelas elite dan kelas menengah profesional mengalami modus produksi opini dan pilihan politik berdasarkan etos kelas atau produksi orang-pertama (first person production), di mana opini dan pilihan politik pemilih dari kelas ini berdasarkan kesadaran diskursif dan pengetahuan kognitif. Sementara kelas menengah tradisional dan kelas marhaen mengalami modus produksi opini dan pilihan politik berdasarkan production by proxy, di mana opini dan pilihan politik pemilih dari kelas ini berdasarkan kesadaran non-diskursif dan rentan terhadap doxa (realitas dunia yang dirumuskan pihak dominan), propaganda dan kekerasan simbolik.

Dalam penelitian ini Fajrul juga menemukan bahwa habitus kelas merupakan mediator dari modus produksi opini dan pilihan politik pada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden pada 17 April 2019. Habitus kelas elite: visioner, rasional, outward looking, etos pengusaha dan profesional yang penuh passion dan resilience; habitus kelas menengah profesional: rasional, berkembang ke arah kemajuan pendidikan dan profesionalisme serta pro-perubahan sosial dan meritokrasi; sedangkan habitus kelas menengah tradisional: konservatisme nilai, dan kecemasan dalam kepemilikan kapital serta kehidupan sosial; terakhir habitus kelas marhaen: subsistensi, ketidakpedulian sosial, serta keputusasaan hampir total di semua bidang kehidupan.

Selain itu dalam temuan kualitatif terhadap informan kunci penelitian, berdasarkan distingsi kelas sosial dan habitus kelas sosial masing-masing, Fajrul menemukan bahwa para pemilih pada pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden pada 17 April 2019 pada dasarnya sudah menentukan pilihan politik mereka masing-masing bahkan sebelum pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden pada 17 April 2019 itu berlangsung. Meminjam konsep Lazarfeld et al dari Columbia School para pemilih tersebut adalah deciders (sudah memilih dengan keputusan tetap).

Bisakah kelas sosial dan habitus kelas sosial berubah? Bisa! Konsep habitus yang menyatakan bahwa individu adalah produk sosial melalui dialektika struktur mental dan struktur sosial atau dialektika internalisasi eksternalitas (structuring structure) dan eksternalisasi internalitas (structured structure) memberikan peluang untuk perubahan sosial. Caranya? Merombak struktur sosial, merombak kepemilikan kapital ekonomi, kapital sosial dan kapital budaya melalui strategi transformasi struktural terukur dan progresif.  

Perombakan kelas sosial yang ada melalui strategi transformasi struktural terukur dan progresif akan menghasilkan individu atau agen sosial yang berbeda. Berarti akan menghasilkan pemilih dengan disposisi habitus yang berbeda dan lebih baik, yang diharapkan merupakan pemilih yang mampu mendemokratisasikan demokrasi sesuai agenda Reformasi Mei 1998. Dengan demikian komunikasi politik khususnya dan ilmu komunikasi umumnya menjadi kekuatan perubahan sosial substantif di Indonesia.

Kategori Target Audience: 
Kategori Konten: 
Sumber Informasi: