Kriminolog Bicara: New Normal

Image: 

 

Kriminolog Bicara: New Normal

Departemen Kriminologi FISIP UI mengadakann diskusi daring "Kriminolog Bicara - Seri 6" dengan tajuk "New Normal: Apakah Juga New Crime, New Criminal, New Victim?" yang akan dilaksanakan pada Jumat (5/6).  Sebagai pembicara dalam diskusi kali ini, antara lain: Dr. Anggi Aulina Harahap, Dipl. Soz., M.Si. (Dosen Departemen Kriminologi FISIP UI), Dr. Supardi Hamid, M.Si. (Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian dan Alumnus S1-S3 Kriminologi FISIP UI), dan Dr. Bagus Takwin, S.Psi., M.Hum (Dosen Fakultas Psikologi UI) Diskusi ini akan dilakukan secara daring melalui aplikasi Zoom.

Bagus menjelaskan, “Ada tiga pengertian normal, yang pertama  normal statistik yang di lakukan/ditampilkan kebanyakan orang yang umumnya terjadi, penyimpangan sangat kecil dari rata-rata. Yang kedua, normal ideal/aspirasional apa yang dianggap baik, ideal dan diharapkan terjadi. Yang ketiga normal fungsional yang adaptif, berfungsi dan menyelesaikan masalah.”

Normal baru sebagai cara adaptasi baru masyarakat mengembangkan dan menghasilkan fungsi-fungsi baru agar tetap berjalan adaptif. Normal baru bisa berupa peraturan, teknik, prosedur dan protokol baru. Bisa efektif atau tidak efektif dan bisa dipersepsi berbeda oleh pihak-pihak yang berbeda.

Perubahan pola tingkah laku dan dampak Normal baru menghasilkan tingkah laku baru seiring perubahan norma. Dampak positifnya, penemuan cara dan solusi baru, perbaikan dan peningkatan kualitas. Dampak negatifnya, kerugian karena biaya besar penyesuaian, penyimpangan dan potensi kejahatan. Kejahatan adalah masalah sosial yang normal karena merupakan bagian dari semua masyarakat. Kejahatan memberikan kontribusi penting bagi pengoperasian sistem sosial: memunculkan norma.

Kejahatan baru merupakan bentuk dari cara adaptasi orang atau kelompok tertentu yang menilai situasi normal baru tidak berfungsi dalam pencapaian tujuan mereka. Kejahatan baru makin besar kemungkinan terjadi jika ada perubahan sosial, termasuk perubahan norma. Di masa-masa yang tidak pasti ada celah yang lebih besar untuk kejahatan baru.

“Berkurangnya intensitas di ruang publik dan adanya social distancing akan membalik hiperrealitas sebagai pengaruh dunia virtual. Realitas justru akan dibawa pada dunia virtual sebagai ajang pengganti dunia sosial nyata, sehingga real virtuality menguat. Hal ini berlaku juga pada realitas kejahatan di dunia nyata yang akan banyak  bergerak dan berpindah ke dunia maya sebagai bagian dari real virtuality. Fenomena belanja online merupakan salah satu realitas di dunia virtual yang sarat dengan potensi kejahatan,” jelas Supardi.

Kategori Target Audience: 
Kategori Konten: 
Sumber Informasi: