FEB UI Dukung Program Pemerintah dalam Percepatan Penurunan Stunting Melalui Edukasi Pengelolaan Keuangan, Kewirausahaan, dan Perilaku Merokok

 

FEB UI Dukung Program Pemerintah dalam Percepatan Penurunan Stunting Melalui Edukasi Pengelolaan Keuangan, Kewirausahaan, dan Perilaku Merokok

FEB UI Dukung Program Pemerintah dalam Percepatan Penurunan Stunting Melalui Edukasi Pengelolaan Keuangan, Kewirausahaan, dan Perilaku Merokok

 

Lombok Tengah, 4 Oktober 2022 – Pengabdian Masyarakat (Pengmas) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB-UI) bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah menyelenggarakan sosialisasi mengenai “Hubungan Perilaku Merokok dan Stunting serta Edukasi Pengelolaan Keuangan dan Kewirausahaan” untuk perwakilan kader dan masyarakat di wilayah kerja Posyandu Sintung, Dusun Bagu, Kabupaten Lombok Tengah pada 3 Oktober 2022. Hadir dalam sosialisasi Herman (Kepala Desa Sintung, Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah), Deni Alpian A.P (Kepala Dusun Desa Sintung), Pajri Akhmad (Perwakilan Puskesmas Bagu, Kabupaten Lombok Tengah), Ir. Aryana Satrya, M.M., Ph.D., IPU., Asean Eng. (Ketua Tim Pengmas FEB-UI), dan Dr. Elok Savitri Pusparini, S.E., M.M. (Tim Pengmas FEB-UI). Sosialisasi ini merupakan bentuk dukungan dan implementasi dari Pengmas FEB-UI pada Rencana Aksi Nasional (RAN) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021-2024, serta dalam mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) Nomor 1, 2, dan 3.

Pemerintah memiliki target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 yaitu menurunkan prevalensi stunting pada balita menjadi 14% dan persentase perokok penduduk usia 10-18 tahun menjadi 8,7%. Hasil Studi Status Gizi Indonesia (2021) menunjukkan angka prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4% dimana Provinsi Nusa Tenggara Barat menempati angka stunting keempat tertinggi sebesar 31,4% , dan Kabupaten Lombok Tengah merupakan daerah dengan angka stunting ketiga tertinggi di Nusa Tenggara Barat yaitu sebesar 32,1%. Angka tersebut masih jauh lebih tinggi dari batas toleransi WHO, yaitu 20% untuk stunting. Terdapat beberapa hal yang dapat mengakibatkan seorang anak menjadi stunting, salah satunya perilaku merokok. Beberapa hasil riset menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal di rumah tangga dengan orang tua perokok cenderung memiliki pertumbuhan lebih lambat dalam berat dan tinggi badan (stunting). Nusa Tenggara Barat sendiri termasuk ke dalam 10 Provinsi dengan persentase penduduk usia di atas 15 tahun yang merokok, dengan urutan ketiga, yaitu 32,71% (Katadata, 2022).

Dr. H Suardi, SKM., MPH., Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah, dalam wawancara pun membenarkan bahwa di Kabupaten Lombok Tengah ini yang merokok banyak, termasuk di kantor-kantor, walaupun sudah ada Peraturan Daerah mengenai Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR). Cukup sulit dalam implementasinya. “Kita ada sebetulnya ada Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang tidak memperbolehkan seseorang merokok di dalam rumah. Petugas kami terus melakukan edukasi dan sosialisasi ke masyarakat. Terkait dengan stunting, paling tinggi akibat pola asuh karena pernikahan dini tinggi. Selain pola asuh, jika dikaitkan dengan belanja rokok, itu bisa. Apalagi mereka dengan rumah tangga yang suaminya merokok. Mereka akan mementingkan beli rokok dibandingkan membeli makanan bergizi,” jelas Suardi.

Ir. Aryana Satrya, M.M., Ph.D., IPU., Asean Eng., selaku Ketua Tim Pengmas FEB-UI dalam paparannya menyampaikan bahwa penelitian dari Pusat Kajian Jaminan Sosial-UI (PKJS-UI) tahun 2018 menunjukkan peningkatan pengeluaran rokok yang dibarengi oleh penurunan pengeluaran makanan sumber protein dan karbohidrat akan memiliki dampak jangka panjang terhadap kondisi stunting anak. Selain adanya substitusi dana belanja pokok untuk rokok, sudah banyak riset yang menunjukkan adanya keterkaitan antara perilaku merokok dan stunting juga dapat terjadi karena pajanan asap rokok selama dalam kandungan. “Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan adanya dukungan dari lintas sektor, akademisi, serta grassroots dalam mendorong percepatan penurunan stunting melalui pengendalian konsumsi rokok. Dukungan dari Pemerintah Daerah dan masyarakat sangat penting dalam memutus mata rantai kemiskinan di masyarakat akar rumput melalui kebijakan pengendalian konsumsi rokok dari level rumah tangga agar pengeluaran keluarga dibelanjakan untuk sebagaimana mestinya,” tambah Aryana.

Pernyataan Aryana pun diperkuat oleh Deni Alpian A.P, Kepala Dusun Desa Sintung, yang menyebutkan bahwa walaupun dalam kondisi ekonomi yang sulit, beberapa masyarakat rela berhutang untuk membeli rokok, namun tidak rela berhutang untuk membeli kebutuhan pokok. Dalam kesempatan ini, Dr. Elok Savitri Pusparini, S.E., M.M., Tim Pengmas FEB-UI, menyampaikan materi manajemen keuangan rumah tangga dan wirausaha sebagai langkah lanjutan untuk memperbaiki perekonomian keluarga. “Hal ini dapat mendorong perwakilan kader dan masyarakat yang hadir untuk dapat meneruskan pengetahuan dan dorongan kepada masyarakat luas tentang bagaimana mengalokasikan uang belanja rumah tangga kepada hal-hal yang menjadi kebutuhan pokok dan bermanfaat bagi keluarga, termasuk makanan bergizi dan pendidikan, alih-alih dipakai untuk membeli rokok. Apalagi beberapa peserta juga berprofesi sebagai wirausaha,” jelas Elok.

Wawancara kepada dr. Lale Yufila, Kepala UPTD Puskesmas Bagu, Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah menjelaskan bahwa sosialisasi mengenai perencanaan keuangan dan kewirausahaan bisa menjadi manfaat untuk masyarakat. “Puskesmas Bagu memiliki fokus stunting pada 2 desa, dimana salah satunya adalah Desa Sintung, dimana desa ini memiliki kasus stunting yang sangat tinggi, yaitu terdapat kasus anak stunting di atas 100. Dalam menanganinya, selama ini kami membuka kelas ibu hamil yang berisiko tinggi, pemberian biskuit untuk ibu hamil kurang energi kronis (KEK) dan anemia, pemberian makanan tambahan (PMT), dan diberikan edukasi pengolahan makanan lokal. Kami juga punya survei mawas diri untuk melihat kemampuan ekonomi masyarakat. Hasilnya, rata-rata ekonomi masyarakat kami yaitu kelas menengah ke bawah. Pekerjaan mereka pun paling banyak petani dan ibu-ibu berjualan. Mereka pun tidak memiliki tabungan kesehatan dan pendidikan. Survey menyatakan bahwa 70% keluarga memiliki anggota rumah tangga perokok,” tambah Lale.

Sosialisasi ini mendukung implementasi kegiatan prioritas Pendampingan Keluarga Berisiko Stunting yang terdapat pada Rencana Aksi Nasional (RAN) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021-2024 yaitu Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kelompok keluarga berisiko stunting pada tingkat desa/kelurahan. Hal ini merupakan perwujudan Sustainable Development Goals (SDGs). Dukungan terhadap SDGs 1, yaitu “Mengakhiri Kemiskinan Dalam Segala Bentuk di Manapun” dilakukan dengan penanaman pentingnya melakukan wirausaha, termasuk pengelolaan keuangan rumah tangga. Masyarakat diharapkan tidak membelanjakan uangnya untuk membeli rokok karena penelitian menunjukkan kaitan yang signifikan antara konsumsi rokok dan tingkat kemiskinan. Kesadaran pentingnya melakukan wirausaha diharapkan dapat meningkatkan upaya memperbaiki kesejahteraan. Dukungan terhadap SDGs 2, yaitu “Mengakhiri Menghilangkan Kelaparan, Mencapai Ketahanan Pangan dan Gizi yang Baik, serta Meningkatkan Pertanian Berkelanjutan” serta SDGs 3, yaitu “Menjamin Kehidupan yang Sehat dan Meningkatkan Kesejahteraan Seluruh Penduduk Semua Usia” yang diharapkan dapat dicapai dengan menanamkan pentingnya membelanjakan uang yang tersedia untuk membeli makanan bergizi dan peningkatan pendidikan daripada untuk membeli rokok, serta peningkatan kesejahteraan dengan berbagai upaya wirausaha.

 

Kontak:
Aryana Satrya: aryana@ui.ac.id

Kategori Target Audience: 
Kategori Fakultas: 
Kategori Konten: