“UI adalah kampus yang pertama kali mengadakan PIMNAS, namun UI hingga hari ini selalu menjadi bulan-bulanan di dalam PIMNAS”
Kalimat di atas pasti sering sekali kita dengarkan saat adanya sosialiasi tentang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diadakan baik oleh mahasiswa yang aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) bidang keilmuan ataupun pihak Universitas Indonesia sendiri. Faktanya memang, UI memang selalu menjadi “bulan-bulanan” di dalam ajang yang bernama PIMNAS. PIMNAS merupakan ajang adu gagasan kreatif yang mengumpulkan PKM terbaik yang dibuat oleh Mahasiswa se-Indonesia. Jika kondisinya begitu, apakah mahasiswa UI kalah kreatif dibandingkan mahasiswa kampus lain se-Indonesia?
Tri Dharma Perguruan Tinggi: Menjadi Karakter
PKM sendiri diorganisir oleh Kementrian Pendidikan Kebudayaan di bawah pengelolaan Dirjen Pendidikan Tinggi untuk mencari gagasan-gagasan kreatif yang dibuat oleh mahasiswa untuk menghasilkan karya. Saya sendiri memandang PKM ini sendiri bersandar pada Tri Dharma Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia yaitu: Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Jika mengacu dari sana, tentu saja 3 komponen Tri Dharma Perguruan Tinggi ini dicoba diejawantahkan oleh Pemerintah lewat program PKM. Program ini mencoba merangkum ketiga Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam satu rangkaian aktivitas, dimana mahasiswa menjadi aktor utama. Namun, bagaimanakah kualitas dan efektivitas program ini sampai hari ini? Apakah benar-benar menciptakan sebuah kondisi yang membuat mahasiswa mengabdi kepada masyarakat lewat penelitian dan pendidikan? Apakah karya-karya yang dibuat di PKM benar-benar sampai ke level menyelesaikan masalah di masyarakat? Silahkan teman-teman temukan sendiri jawabannya.
Tentu saja niat baik Pemerintah ini harus kita apresiasi. Kita harus mendukung program-program yang memiliki dasar tujuan yang baik, terlebih untuk meningkatkan kapabilitas mahasiswa. Tidak ada yang memungkiri bahwa mahasiswa yang mampu mengadakan penelitian, menggunakan ilmu yang dipelajari selama dididik dan berkontribusi kepada masyarakat adalah mahasiswa yang tidak oke. Tentu saja output dari aktivitas pembuatan PKM ini kita harapkan menjadi seperti ini.
Jika boleh berharap, tentu kita mendamba PKM ini mampu menciptakan mahasiswa yang sampai ke tingkat behavior nya berubah, karakternya dialiri oleh semangat Tri Dharma Perguruan Tinggi. Bukan hanya sekedar menjadi mahasiswa yang membuat proposal PKM agar dapat uang dari DIKTI tentunya. Bukan juga hanya agar bisa mengecap bagaimana rasanya ikut serta dalam PIMNAS. Dan bukan juga karena dipaksa oleh kampus untuk membuat.
Mahasiswa Berkarakter karena PKM
Jika pada akhirnya PKM memang mampu menciptakan perubahan pada mahasiswa sampai ke tingkat karakter, tentu saja urusan dapat uang dan didanai atau tidak bukan menjadi masalah. Urusan menang PIMNAS atau tidak juga bukan menjadi hal yang perlu dipusingkan. Mengapa begitu? Karena yang lebih dipentingkan bagaimana seorang mahasiswa bisa belajar merancang sebuah model penelitian yang berdasar ilmu yang didapat di kelas agar berdampak pada masyarakat. Tentu saja hal ini dibimbing oleh dosen yang ada di kampus. Hal ini menurut saya jauh lebih penting daripada sekedar gengi menjadi juara di PIMNAS. Aktivitas PIMNAS ini seharusnya dipandang bukan hanya event “hore-hore” tahunan yang menggelontorkan dana yang tidak kecil.
Jika kampus sudah menyadari hal ini, kebijakan mendorong pembuatan PKM tentu akan berdampak positif pada kualitas mahasiswa yang ada di kampus tersebut. Anggap saja menjadi juara PIMNAS adalah bonus dari banyaknya mahasiswa yang berkarakter. Para pegiat PKM (seperti UI to PIMNAS) pun juga seharusnya sadar, ketika ingin mengajak seseorang untuk membuat PKM lebih menekankan pada ke hal-hal yang berbau kualitas. Kita tidak lagi berbicara tentang kuantitas kosong tanpa kualitas mumpuni.
Hal ini tentu saja pada akhrirnya akan menjadi sebuah upaya pembangunan positif, sustainable dan tidak salah kaprah. Memang ini butuh upaya jangka panjang dan bisa jadi efek yang diinginkan tidak bisa dilihat dalam satu tahun atau dua tahun. Namun, efeknya akan jauh lebih dahsyat daripada sekedar rebut-rebutan uang DIKTI atau nampang sebagai juara PIMNAS. Mahasiswa yang berkarakter Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah hasilnya.
Perubahan Paradigma
Untuk membangun upaya ini semua, yaitu menjadikan PKM sebagai katalisator untuk implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi dan menciptakan mahasiswa berkarakter, harus diawali dengan perubahan paradigma. Perubahan paradigma ini harus didasari oleh pembuat kebijakan di kampus agar benar-benar mengelola secara benar upaya mendorong mahasiswa membuat PKM, yakni upaya-upaya menciptakan PKM yang berkualitas, bukan hanya kuantitas. Kebijakan dari kampus ini yang nantinya akan berjalan seiringan dengan pegiat PKM (seperti UI to PIMNAS) yang akan bersama-sama melakukan kerja bersama.
Kampus juga harus peduli dengan pentingnya mahasiswa memahami budaya riset dalam segala aktivitas. Pusat studi harus dibangun secara giat dengan diberikan insentif pendanaan yang mampu membuat riset berdenyut. Selain itu, para pengajarpun juga harus mau untuk aktif dalam penelitia agar upaya ini menjadi sinkron. Pentingnya budaya riset ini akan membentuk framework bagi mahasiswa dalam setiap aktivitasnya. Tentu saja kualitas pendidikan yang diajarkan di kelas pun harus tetap mumpuni.
Pendidikan yang diajarkan benar-benar sesuatu yang berguna dan bukan sia-sia. Orientasi pendidikan untuk memanusiakan manusia harus dipegang. Mahasiswa tidak lagi diajarkan untuk menjadi robot-robot yang akan menjadi tukang dan pekerja. Mahasiswa diajarkan menjadi seseorang yang terdidik dengan ilmu dan memiliki pemahaman yang baik dalam bidangnya.
Serta serangkaian proses ini diakhiri dengan setiap karya disumbangkan hasilnya dalam menyelesaikan masalah masyarakat. Dengan begini kita akan menemukan kembali sebuah upaya yang rapi, dengan akar Tri Dharma Perguruan Tinggi.