Dikukuhkan sebagai Guru Besar FEB UI, Benedictus Raksaka Mahi Paparkan Refleksi Peran Desentralisasi Fiskal bagi Pembangunan Daerah: Relevansinya di Masa Kini dan Mendatang

 

Dikukuhkan sebagai Guru Besar FEB UI, Benedictus Raksaka Mahi Paparkan Refleksi Peran Desentralisasi Fiskal bagi Pembangunan Daerah: Relevansinya di Masa Kini dan Mendatang

Dikukuhkan sebagai Guru Besar FEB UI, Benedictus Raksaka Mahi Paparkan Refleksi Peran Desentralisasi Fiskal bagi Pembangunan Daerah: Relevansinya di Masa Kini dan Mendatang

 

Nino Eka Putra ~ Humas FEB UI

DEPOK – (22/11/2023) Universitas Indonesia mengukuhkan Prof. Benedictus Raksaka Mahi, S.E., M.Sc., Ph.D. (Dosen Departemen Ilmu Ekonomi FEB UI) sebagai Guru Besar Tetap Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) secara offline, pada Rabu (22/11). Prosesi ini dilaksanakan di Balai Sidang UI, Depok dan disiarkan secara virtual melalui kanal YouTube Universitas Indonesia dan UI Teve.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia melalui Surat Keputusan nomor 51500/M/07/2023 menetapkan Prof. Benedictus Raksaka Mahi, S.E., M.Sc., Ph.D., sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi dan Kebijakan Publik, pada 1 Agustus 2023. 

Rektor Universitas Indonesia Prof. Ari Kuncoro, Ph.D., menyampaikan bahwa total guru besar UI saat ini sebanyak 429 orang. Guru besar NIDN (Nomor Induk Dosen Nasional) sebanyak 315 dan guru besar NIDK (Nomor Induk Dosen Khusus) sebanyak 114. “Selamat untuk Prof. Mahi yang telah dikukuhkan sebagai guru besar tetap FEB UI,” ucap Prof. Ari.

Upacara pengukuhan Prof. Mahi diselenggarakan bersamaan dengan Guru Besar Tetap FEB UI lainnya, yakni Prof. Ir. Sugiharso Safuan, Ph.D., (Departemen Ilmu Ekonomi), dan Prof. Dr. Rizal Edy Halim (Departemen Manajemen). Pada pengukuhannya, Prof. Mahi mengutarakan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung penuh perjalanan hidup dan pencapaian guru besar tersebut. Dalam upacara pengukuhan, Prof. Mahi menyampaikan pidato dengan judul “Refleksi Peran Desentralisasi Fiskal bagi Pembangunan Daerah: Relevansinya di Masa Kini dan Mendatang”.

Pidato pengukuhan Prof. Mahi disampaikan bahwa pada tahun 2045, Indonesia akan mencapai usia emas dan ditargetkan sudah menjadi negara maju dan telah sejajar dengan negara adidaya. Momentum bersejarah tersebut masih sekitar 22 tahun lagi, namun untuk mewujudkannya butuh persiapan yang matang, diperlukan fondasi ekonomi yang kokoh agar secara konsisten dapat mencapai pertumbuhan ekonomi antara 5,4 – 6,7 persen per tahun pada 2045. Dalam berbagai kesempatan, BAPPENAS telah menyampaikan berbagai strategi pembangunan untuk mewujudkan pendapatan per kapita Indonesia mencapai US$30.300 pada tahun 2045. Semua pihak, baik swasta, masyarakat, dan pemerintah harus terlibat aktif untuk bekerja sama sebagai pelaku ekonomi, yang didukung dengan kebijakan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Di era desentralisasi, pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota diharapkan aktif dengan strategi pembangunan daerahnya untuk berkontribusi kepada pembangunan nasional, bahkan termasuk Desa sebagai unit ekonomi otonom terkecil yang keberadaannya diatur melalui UU No. 6 Tahun 2014. Pembangunan nasional saat ini tidak sepenuhnya hanya diserahkan kepada pemerintah pusat, melainkan dilakukan secara kolaboratif dengan 38 provinsi, 416 kabupaten, 98 kota dan 74.961 desa1 di Indonesia.

Bila di masa lalu pembangunan daerah lebih dilihat sebagai pembangunan pusat di daerah, dimana pusat banyak menentukan rencana pembangunan di daerah, namun dengan adanya desentralisasi yang dimulai awal tahun 2001, maka pemerintah daerah harus menjadi arus utama dalam mendukung pembangunan daerahnya. Skema desentralisasi atau otonomi daerah di Indonesia telah mendelegasikan banyak urusan kepemerintahan berikut administrasinya kepada pemerintah daerah, yang diperkuat dengan desentralisasi fiskal (keuangan), berupa transfer Dana Transfer Umum (DTU) maupun Dana Transfer Khusus (DTK). Semenjak desentralisasi, rakyat di daerah juga menikmati desentralisasi politik, yaitu memiliki kesempatan memilih langsung pimpinan daerahnya melalui pemilihan kepala daerah (pilkada).

Pembangunan daerah di era otonomi memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah melakukan inovasi dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan lokal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk menarik penanaman modal ke daerah, telah diterbitkan peraturan skema insentif penanaman modal yang dapat diberikan oleh pemerintah daerah, seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2019 tentang Pemberian Insentif dan Kemudahan Investasi di Daerah.

Lanjut, Prof. Mahi, dalam era otonomi daerah, peran pemerintah pusat dalam pembangunan daerah juga masih signifikan melalui kebijakan pembangunan wilayah. Sebagai bagian dari agenda kebijakan nasional, pemerintah pusat juga memberikan insentif untuk pembangunan pusat pertumbuhan ekonomi di daerah, seperti Kawasan Industri, Kawasan Berikat, Kawasan Perdagangan Bebas, dan Kawasan Ekonomi Khusus, yang diharapkan dapat mendorong terciptanya aglomerasi ekonomi di daerah.

Tak hanya itu, era otonomi juga menekankan bahwa setiap daerah bertanggung jawab atas pembangunan daerahnya masing-masing, namun diharapkan dengan kehadiran PSN (Proyek Strategis Nasional) di daerah, pembangunan daerah dapat bersinergi dengan pembangunan nasional melalui pemanfaatan kehadiran PSN guna peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Menurut Jean-Paul Faguet (2023), di era desentralisasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah tidaklah perlu bersaing dalam melakukan pembangunan di daerah, karena desentralisasi bukan berarti menghilangkan peran satu tingkat pemerintahan untuk mengedepankan peran tingkat pemerintahan lainnya, melainkan ditujukan agar penyediaan barang publik memiliki jumlah yang lebih banyak, kualitas yang lebih baik, memiliki daya tanggap yang lebih besar terhadap keinginan publik, dan secara ekonomi lebih efisien, karena dikerjakan secara bersama oleh Pusat dan Daerah.

Di satu sisi, desentralisasi penyediaan pendidikan, misalnya, tidak berarti bahwa anggaran dan wewenang atas sekolah dialihkan secara besar-besaran ke pemerintah daerah, tetapi berarti membentuk sebuah sistem baru dimana pusat, provinsi, dan pemerintah lokal berkoordinasi dan bekerja sama untuk memobilisasi penerimaan, mempekerjakan tenaga pendidik, menentukan kurikulum, membangun infrastruktur sekolah, serta memasok dan memelihara sekolah untuk kepentingan anak-anak setempat. Kebijakan desentralisasi menempatkan pentingnya sinergi pusat dan daerah berupa koordinasi berbagai stakeholder kepemerintahan dari pusat, provinsi, kabupaten, kota dan desa dalam mendukung pembangunan daerah.

“Menjadikan pembangunan daerah sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi di era desentralisasi merupakan pilihan yang tepat, karena melalui desentralisasi telah banyak urusan dan sumber daya yang telah didaerahkan. Namun, pembenahan terhadap pengelolaan urusan yang telah didaerahkan maupun pengelolaan keuangan daerah perlu menjadi perhatian. Kebijakan desentralisasi fiskal memiliki kemampuan adaptasi dan dapat dirancang untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ada dalam rangka mendukung pembangunan daerah yang optimal,” ungkap Prof. Mahi.

Prof. Mahi memberikan beberapa catatan dan rekomendasi yang dapat dipertimbangkan. diantaranya sebagai berikut:

1. Meningkatkan transparansi publik yang berkelanjutan

Hal ini perlu dilakukan terutama dalam proses perencanaan, penganggaran dan audit berbasis kinerja. Perencanaan dan penganggaran partisipatif dipergunakan ekstensif pada awalnya di Brasil, negara-negara Amerika Latin, dan Republik Afrika Selatan. Selain itu, perlu diadopsi pula sistem audit berbasis masukan masyarakat, sebagai contoh menggunakan social audit dan citizen score card seperti dilakukan di India, yang memungkinkan masyarakat memonitor dan menilai langsung kinerja pemerintah daerah mulai dari desa.

2. Mempertimbangkan results-based accountability.

Pertama kali diperkenalkan di Selandia baru dimana pengelola sector publik di daerah diperkenankan memiliki kebebasan dalam pemilihan input, tetapi bertanggung jawab terhadap hasil, yang harus sesuai dengan kontrak kerja. Sistem ini memiliki kejelasan tanggung jawab melalui sistem kontrak dalam rekrutmen tenaga kerja di sektor publik.

3. Menggunakan secara luas ICT (Information and Communication Technology).

Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang lebih ekstensif sangat diperlukan agar pemerintah daerah makin memahami keinginan masyarakat dalam pelayanan publiknya.

4. Meningkatkan peran mekanisme reward and penalty

a. Sistem insentif (reward) untuk daerah

Saat ini dalam rangka mewujudkan sistem insentif bagi pemerintah daerah dalam berkinerja, telah ada Dana Insentif Daerah (DID). Namun, format dari DID masih belum stabil dan berubah-ubah, belum terkait langsung dengan kinerja pemerintah daerah. Sebaiknya pemerintah melalui kebijakan desentralisasi fiskal, dapat memfokuskan saja pada beberapa jenis kinerja penting yang terkait dengan good governance dengan assessment yang solid, dimana DID diberikan kepada pemerintah daerah yang berprestasi. Sebuah governance performance award dapat diberikan untuk beberapa kategori penting dalam rangka perbaikan tata kelola pemerintah daerah, misalnya: (1) participatory planning, budgeting and audit; (2) regional development; (3) socio-economic empowerment.

b. Mengembangkan sistem sanksi (penalty) yang efektif

Bagi daerah yang memiliki kinerja buruk, perlu dikembangkan sistem sanksi yang lebih efektif. Saat ini dalam UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, telah dikembangkan sistem transfer Dana Alokasi Umum (DAU) yang berbasis kepada kinerja pemerintah daerah. Untuk daerah dengan kinerja yang baik, maka alokasi DAU diberikan dalam bentuk block grant (penggunaan tidak ditentukan oleh Pusat), namun bagi daerah yang berkinerja buruk, alokasi DAU diberikan dalam bentuk specific grant (penggunaan ditentukan pusat dan dimonitor hasilnya). Kebijakan ini sudah mengarah langsung kepada perbaikan kinerja pemerintah daerah, namun perlu dilakukan modifikasi jenis transfer, untuk membedakan antara transfer umum dan transfer sebagai bentuk perbaikan kinerja daerah.

Salah satunya adalah dengan mengenalkan secara terpisah performance-based grant. Mekanisme pada dasarnya sama dengan yang telah diadopsi dalam UU No. 1 Tahun 2022, dimana daerah berkinerja buruk memperoleh sebagian DAU dalam bentuk block grant, tetapi sebagian lain dalam bentuk transfer yang disebut sebagai performance-based grant khusus untuk perbaikan pelayanan yang masih buruk. Untuk melaksanakan performance-based grant ini, diperlukan setidaknya: (i) indikator yang realistis dan relevan, yang dapat mencerminkan perubahan kinerja layanan dalam satu tahun anggaran, sehingga memungkinkan di tahun selanjutnya daerah ini kembali memperoleh DAU sepenuhnya dalam bentuk blockgrant; (ii) adanya capacity building yang akan diterima pemerintah daerah agar mampu mencapai target indikator yang diinginkan; dan (iii) sistem monitoring dan evaluation (monev) yang jelas, untuk memonitor perubahan indikator capaian.

5. Perubahan paradigma dari money follows function menuju ke money follows program

Transisi ini diperlukan untuk memastikan terjadinya sinergi penganggaran pusat dan daerah, koherensi program antar sektor dan meminimalkan duplikasi anggaran dan sumber daya. Contoh yang bagus adalah penanganan stunting, dimana saat ini dipimpin oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), terdapat peran yang jelas antara pusat dan daerah, mulai dari Kementerian Kesehatan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian PUPR dan juga peran dari Pemerintah Daerah, yang dicerminkan dalam anggaran masing-masing stakeholders. Program semacam ini membutuhkan kejelasan implementasi pembagian urusan antara pusat dan daerah di tingkat program dan dan pentingnya peran keselarasan Bagan Akun Standar antara pusat dan daerah. Kesuksesan mekanisme ini terletak kepada dukungan sistem informasi yang tepat untuk dipakai, sehingga ke depan memudahkan pelaksanaan BAS bila terjadi penyesuaian akun dalam rangka pelaksanaan program. Seyogianya integrasi sistem informasi yang tepat bagi pemerintah daerah perlu segera diputuskan.

6. Desentralisasi fiskal untuk meningkatkan sinergi Pembangunan

Peningkatan sinergi pembangunan Pusat dan Daerah perlu menjadi agenda khusus, dimana dapat mengoptimalkan peran dari kebijakan desentralisasi fiskal dalam beberapa aspek, yaitu Pertama, mengembangkan dana transfer yang ada untuk fokus kepada lokasi (locus) yang menghubungkan antara pusat pertumbuhan yang dibangun pusat dengan daerah. Adapun dana transfer ini dapat berupa Dana Alokasi khusus (DAK), yang diperuntukan untuk membangun infrastruktur (jalan) yang menghubungkan suatu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan pusat-pusat aktivitas ekonomi yang dibangun daerah. Selain itu, dapat juga dikembangkan DAK yang bertujuan untuk mendukung pengembangan sumber daya manusia (skilled worker) di daerah agar dapat dipekerjakan pada proyek-proyek strategis nasional. DAK untuk pengembangan kapasitas SDM menjadi salah satu jembatan untuk sinergi pembangunan pusat dan daerah.

Kedua, untuk penciptaan kerjasama antar daerah yang lebih besar dan lebih banyak, dapat dikembangkan dana hibah yang bersifat mendukung peningkatan kerjasama antar tingkat pemerintahan daerah, maupun antar pemerintahan daerah. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kerjasama antar daerah menjadi salah satu sendi bagi peningkatan sinergi pembangunan antar daerah. Beberapa negara Eropa telah mengadakan semacam competitive grant untuk mendorong terciptanya kerjasama antar daerah untuk berbagai bidang yang terkait dengan pelayanan publik, yang mungkin dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan kerjasama antar daerah di Indonesia.

Prof. Mahi menyelesaikan pendidikan Sarjana Ekonomi, Jurusan Ilmu Ekonomi di FEUI, pada 1989. Lalu, berhasil meraih gelar Master of Science in Policy Economics (MSPE) di University of Illinois – Urbana Champaign, pada 1992. Kemudian, Doktor (Ph.D.) Department of Economics, pada 1996 di University of Illinois – Urbana Champaign.

Prof. Mahi juga telah menghasilkan berbagai karya ilmiah yang telah dipublikasikan di berbagai jurnal, baik internasional dan nasional dan juga beberapa buku ajar. Prof Mahi juga pernah mendapatkan penghargaan, yaitu (1) Pemenang Hibah Penelitian dari Hibah Publikasi Internasional Terindeks Mahasiswa Doktor (PITMA A) Tahun Anggaran 2019-2020 di UI; (2) Sadli Endowed Professorship Award 2019 dari Yayasan Sadli; dan (3) Satya Lencana 30 tahun, Tanda Kehormatan Presiden RI pada tahun 2022. Prof. Mahi sangat bersyukur dengan pengukuhan ini dan berterimakasih pada semua pihak yang telah memberikan dukungan, baik materiil maupun non materiil.

 

 

 

 

Kategori Target Audience: 
Kategori Fakultas: 
Kategori Konten: