Ferdinandus S. Nggao : Kenaikan Iuran Baru JKN di Tengah Pandemi Covid-19

 

Ferdinandus S. Nggao : Kenaikan Iuran Baru JKN di Tengah Pandemi Covid-19

Ferdinandus S. Nggao : Kenaikan Iuran Baru JKN di Tengah Pandemi Covid-19

Beberapa waktu lalu Mahkamah Agung (MA) membatalkan kenaikan iuran jaminan kesehatan nasional (JKN) peserta mandiri yang ditetapkan dalam Perpres No. 75/2019. Pembatalan kenaikan iuran JKN seperti blessing in disguise di tengah pandemi covid-19. Tentu saja pembatalan ini tidak hubungannya dengan krisis ekonomi akibat pandemi covid-19, karena proses gugatan sudah dimulai tahun lalu.

Namun, karena keputusan ini keluar saat pandemi covid-19 mulai mewabah, maka dilihat sebagai berkah. Bisa dibayangkan, jika kenaikan iuran peserta mandiri ini tetap berlaku di masa pandemi covid-19, betapa berat beban yang ditanggung peserta mandiri. Mungkin saja, tanpa ada gugatan, pemerintah sendiri yang akan memberikan keringanan sebagaimana dilakukan terhadap iuran jaminan sosial tenaga kerja.

Walaupun demikian, pembatalan tersebut sempat menimbulkan ketidakpastian nasib iuran selanjutnya. Syukurlah pemerintah sudah menjawabnya melalui Perpres No. 64/2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan.

Kenaikan Gradual

Namun, dalam perpres yang baru sebetulnya pemerintah menetapkan kenaikan iuran yang baru untuk peserta mandiri.  Boleh dikatakan, perpres ini berisi penetapan ulang kenaikan iuran peserta mandiri. Pembatalan kenaikan iuran peserta mandiri oleh MA ternyata tidak otomatis besaran iurannya kembali ke Perpres No. 82/2018.

Dari sisi regulasi, kenaikan iuran sudah diatur dalam UU No. 40/2004 tentang SJSN dan penetapannya merupakan kewenangan pemerintah. Pembatalan dalam putusan MA lebih pada angka kenaikannya yang dinilai terlalu tinggi.

Hanya saja, kalau dilihat dari angka, kenaikan baru sebetulnya tidak terpaut terlalu jauh dengan yang ditetapkan dalam Perpres No. 75/2019. Artinya, iuran tetap naik tetapi angkanya beda dengan yang sudah dibatalkan. Hal yang beda dari perpres ini adalah kenaikannya dilakukan secara gradual, tidak serempak.

Selain pemberlakuan putusan MA, periode perubahan iuran tampaknya juga memperhatikan pandemi covid-19 yang diprediksi meredah pada Juni 2020. Sehingga dalam Perpres 64/2020 diatur periode perubahan iurannya. Dalam kurun waktu tahun 2020 terjadi tiga kali perubahan iuran, yaitu pada bulan Januari, April dan Juli.

Mengacu pada Perpres No. 64/2020, bulan Januari sampai Maret 2020, iuran peserta mandiri naik sesuai Perpres No. 75/2019, sebelum ada pembatalan berdasarkan putusan MA. Kemudian, bulan April sampai Juni 2020, iurannya kembali menurun ke iuran lama sesuai dengan Perpres No. 82/2018.

Penurunan iuran dalam periode ini sepertinya mempertimbangkan adanya pandemi covid-19. Pandemi covid-19 menyebabkan krisis ekonomi yang pada gilirannya menurunnya daya beli masyarakat akibat pandemi. Peserta mandiri merupakan kelompok yang terdampak, karena mereka membayar iuran dari dananya sendiri.

Beda dengan kelompok penerima upah yang sebagian besar iurannya ditanggung pemberi kerja. Di samping itu, peserta mandiri ini kebanyakan bergerak dalam sektor informal, sektor yang justru sangat rentan terhadap krisi pandemi covid-19 ini. Dengan demikian penurunan ini membantu meringankan beban mereka.

Harapannya, prediksi meredahnya covid-19 pada Juni 2020 tidak meleset. Karena dalam perpres yang baru, iuran peserta mandiri mulai naik per Juli 2020. Kenaikan dalam periode ini hanya berlaku bagi peserta kelas I dan II.

Iuran peserta kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 150.000, sementara kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000 dan iuran kelas III masih yang lama, Rp 25.500. Pada Januari 2021 terjadi kenaikan iuran lagi, tetapi hanya untuk peserta mandiri kelas III, dari Rp 25.500 menjadi Rp 35.000. Sementara iuran peserta kelas I dan II tetap.

Kalau dibandingkan dengan angka kenaikan dalam Perpres No. 75/2019 (yang dibatalkan), selisihnya tidak begitu jauh. Lompatan kenaikan iuran baru ini masih tergolong tinggi. Iuran peserta kelas I naik 88%, kelas II naik 96%, dan kelas III 37%.

Padahal, pembatalan kenaikan iuran oleh MA sebetulnya karena lompatan kenaikannya yang terlalu tinggi. Beban kenaikan ini sebetulnya akan terasa berat kalau diakumulasi dalam sebuah keluarga. Makin banyak anggota keluarga yang ditanggung, makin besar beban kenaikannya.

Walaupun kenaikan iuran kelas III tidak setinggi kelas I dan II, tetap saja harus diantisipasi adanya kemungkinan penambahan peserta PBI. Terutama jika dampak pandemi covid-19 masih berlangsung pada tahun 2021, saat ada kenaikan iuran.

Subsidi Iuran

Ada hal baru yang muncul dalam ketentuan ini, penggunaan skema bantuan iuran atau subsidi iuran dari pemerintah (pusat). Subsidi iuran hanya berlaku untuk peserta mandiri kelas III. Ini subsidi model baru, karena lebih pada sharing cost dengan peserta. Ada bagian iuran yang ditanggung pemerintah. Subdisi ini tidak seperti untuk peserta PBI, di mana pemerintah menanggu iuran seluruhnya.

Subdisi ini sebetulnya diberikan karena pemerintah tetap menginginkan iuran kelas III tetap Rp 42.000 seperti yang telah ditetapkan dalam Perpres No. 75/2019. Pasal 34 ayat 1 Perpres No. 64/2020 menetapkan iuran peserta mandiri kelas III sama dengan iuran PBI. Artinya, dalam ketentuan baru, iuran peserta mandiri kelas III sebesar Rp 42.000. Namun, bebannya dibagi dengan pemerintah, tidak semuanya dibayar peserta.

Subsidi ini mulai berlaku sejak 1 Juli 2020. Peserta tetap membayar Rp 25.500, sementara Rp 16.500 disubsidi pemerintah. Pada Januari 2021, porsi peserta dinaikkan menjadi Rp 35.000, sementara sisanya Rp 7.000 disubsidi pemerintah.

Walaupun demikian, pemberian subsidi ini ada syaratnya. Subsidi diberikan kepada peserta aktif dan dibayar langsung ke BPJS Kesehatan. Pemerintah hanya memberi subsidi kepada peserta yang mau membayar iurannya.

Model seperti ini tentu saja akan menambah beban pemerintah. Namun, dalam konteks jaminan sosial, beban ini merupakan sebuah konsekuensi. Ke depan pemerintah perlu memikirkan alternatif pendanaan untuk menjaga keberlangsungan keuangan BPJS Kesehatan. Iuran bukanlah satu-satunya sumber keuangan penyelenggaraan JKN sebagai program jaminan sosial.

Ferdinandus S. Nggao, Kepala Kajian Kebijakan Sosial Lembaga Management FEB UI

Sumber : https://www.industry.co.id/read/66389/kenaikan-iuran-baru-jkn-di-tengah-...

Kategori Target Audience: 
Kategori Fakultas: 
Kategori Konten: