Kondisi Politik Indonesia Pasca 2014 Sulit Capai Konsolidasi Demokrasi

 

Kondisi Politik Indonesia Pasca 2014 Sulit Capai Konsolidasi Demokrasi

Pakar Bidang Ilmu Politik menilai konsolidasi demokrasi sulit dicapai jika melihat kondisi perpolitikan Indonesia saat ini. Reformasi internal dalam tubuh partai dianggap hanya sekadar ilusi.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP UI, Sri Budi Eko Wardani,dalam seminar bertemakan “Politik Indonesia Pasca 2014: Menuju Konsolidasi Demokrasi atau Stagnasi”, Kamis (25/9/2014). Menurut Dani, banyak faktor yang membuat reformasi internal partai sulit berjalan. Salah satunya, persaingan elite antarpartai politik pasca pemilihan presiden yang semakin kuat. Hal tersebut diyakini bakal menutup peluang kerja sama untuk isu-isu politik dan demokratisasi.

“Kecuali kalau kita sudah melihat Megawati dan SBY salaman,” kata Dani dalam seminar yang digelar di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP UI, Kampus Depok.

Selain persaingan elite, Dani juga mengungkapkan terjadinya fragmentasi gerakan masyarakat sipil pasca-pemilihan presiden. Hal ini berdampak pada sulitnya tercapai konsolidasi agenda bersama untuk reformasi partai. Oligarki yang semakin kuat menyebabkan krisis kepercayaan publik. Alasan ini ditengarai menyebabkan turunnya partisipasi pemilu.

 

Emosi dalam Politik

Sementara itu, dosen yang juga alumni Pascasarjana Departemen Politik UI, Tuswoyo Atmojo, mengkritik kondisi perpolitikan partai. Ia menyebutkan ikhwal emosional dalam politik, seperti rasa tidak senang Megawati saat dikalahkan SBY dalam pilpres dua periode lalu, atau yang dialami Prabowo atas kemenangan Jokowi. Hal ini menyebabkan tidak terciptanya oposisi yang negotiable. “Seharusnya tidak membawa urusan emosional yang tidak perlu,” sebut Tuswoyo.

Tuswoyo juga mengkaji gambaran koalisi yang tengah dibentuk pemerintah baru. Koalisi ramping buatan Jokowi, kata Tuswoyo, akan berpengaruh terhadap komunikasi  dan koordinasi karena tidak terlalu banyak partai. Koalisi yang demikian juga dianggap mampu membangun soliditas dan integrasi tinggi karena diikat platform kebijakan yang sama.

 

Peran Masyarakat Sipil

Pakar Bidang Ilmu Politik lainnya, Aditya Perdana, menyorot peran masyarakat sipil yang tergabung dalam organisasi masyarakat sipil. Ia melihat bagaimana implikasi serta kontribusi civil society terhadap konsolidasi demokrasi. Menurut Adit, relasi pemerintah dengan masyarakat sipil harus seimbang. Akan tetapi, saat ini organisasi sipil bersikap engagement atau distance. Engagement berarti masyarakat sipil terlibat aktif mendukung pemerintah serta menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan pemerintah. Sedangkan distance berarti masyarakat sipil menjaga jarak terhadap pemerintah. Bentuk engagement, lanjut Adit, telah dilakukan oleh relawan Jokowi saat memobilisasi dukungan kampanye untuk memenangkan Jokowi-JK.

Namun demikian, organisasi masyarakat sipil diharapkan membangun aliansi politik yang efektif di luar maupun di dalam pemerintahan. Kebutuhan membuat aliansi itu disebutkan Adit lantaran dukungan sejumlah organisasi bersifat personal dan bukan mandat organisasi. Organisasi masyarakat sipil seperti non-goverment organization (NGO), organisasi massa, atau organisasi sosial keagamaan selalu dipertanyakan tentang siapa yang mereka wakili.  Adanya aliansi membuat gerakan bersifat partikular sehingga ada komunikasi duduk bersama agar sinergis.

Ditambahkan Adit, masyarakat sipil perlu menjaga ruang publik yang kritis. Pemerintah baru diharapkan transparan, menggunakan politik partisipatif guna mencapai cita-cita konsolidasi demokrasi. “Tidak melulu berharap dari satu lembaga tertentu,” kata kandidat doktor dari University of Hamburg, Jerman, yang sedang menyusun disertasi terkait masyarakat sipil itu.

Dikatakan Sekretaris Departemen Ilmu Politik FISIP UI, Panji Anugrah, seminar ini merupakan bagian integral dari Pekan Seminar FISIP yang telah dimulai 8 September lalu. Menurut Moderator Ikhsan Darmawan, Departemen Ilmu Politik melihat tema “Menyongsong Masyarakat Komunitas ASEAN 2015” dari sudut pandang lain. Pengajar Departemen Ilmu Politik itu menilai kesuksesan menghadapi agenda besar itu tidak bisa dilepaskan dari kondisi pemerintahan dan perpolitikan hari ini dan lima tahun mendatang. (DPN)

(Ilustrasi: www.gettyimages.com)

Kategori Target Audience: 
Kategori Konten: