Setelah 16 tahun reformasi, demokrasi di Indonesia masih belum sempurna. Demokrasi Indonesia memang semakin membaik, antara lain ditandai dengan adanya kebebasan pers, kalangan menengah yang kritis, dan munculnya gerakan dari civil society. Namun, di sisi lain, fenomena sektarianisme dan feodalisme dalam institusi-institusi demokrasi masih terjadi. Kehidupan kepartaian juga masih belum menemukan posisi yang ideal. Aspek kaderisasi, rekrutmen maupun ideologi masih belum terlihat baik.
Bertolak dari masalah tersebut, Departemen Ilmu Politik Universitas Indonesia menyelenggarakan Konferensi Nasional Ilmu Politik dengan tema “Urgensi Agenda Baru Demokrasi Indonesia: Mencari Format Sinergi Masyarakat Sipil dan Institusi Politik Formal”. Tema tersebut diangkat karena melihat adanya fenomena semakin kuatnya posisi masyarakat sipil di Indonesia. Masyarakat sipil memang tidak mempunyai akses langsung terhadap kebijakan baik eksekutif maupun legislatif. Namun, masyarakat sipil kerap kali mampu mendesakkan agenda strategis menjadi kebijakan. Misalnya, agenda pemberantasan korupsi, kenaikan upah kerja serta kebijakan jaminan sosial.
Dalam konferensi ini terdapat 4 sesi diskusi panel. Sesi pertama mengevaluasi proses demokratisasi di Indonesia yang sudah berjalan selama 16 tahun. Selanjutnya, sesi kedua membahas fenomena munculnya gerakan masyarakat sipil di Indonesia di tengah-tengah kurang berjalannya fungsi partai politik. Panel diskusi terakhir merumuskan sebuah format yang mampu mendukung sinergi antara masyarakt sipil dan institusi formal.
Konferensi yang diadakan di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI pada 25-26 Agustus 2014 ini diharapkan dapat menghasilkan gagasan baru yang mampu menempatkan masyarakat sipil pada posisi yang diakui oleh institusi formal politik maupun dunia akademis. Gagasan baru ini diharapkan menjadi jembatan yang mampu menyinergikan masyarakat sipil dengan institusi politik formal demi terciptanya sistem politik yang demokratis. (IRH)
(Ilustrasi: www.gettyimages.com)