Menilik Komitmen Pemerintah dalam Mendukung Hak Anak

 

Menilik Komitmen Pemerintah dalam Mendukung Hak Anak

Senin (27/04/2015), Pusat Kajian Gender dan Seksualitas FISIP UI bekerja sama dengan Hivos dan Seperlima mengadakan diskusi publik bertajuk “Relevansi UU Perkawinan dalam Pemenuhan Hak-Hak Anak”. Acara yang bertempat di Ruang Terapung, Perpustakaan UI ini dihadiri oleh Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Dr. Sri Danti Anwar. Dalam pemaparannya, Danti menyampaikan bahwa pada dasarnya, Pemerintah Indonesia sangat berkomitmen dalam memenuhi hak anak.

Dikatakan oleh Danti, komitmen Pemerintah dalam memenuhi hak anak tersebut terlihat pada tahun 2006, ketika Indonesia telah mendeklarasikan Kabupaten Kota Layak Anak. Program tersebut bertujuan untuk memberikan jaminan perlindungan hak bagi setiap anak, serta memberikan kebebasan kepada anak untuk berpendapat, kesempatan berpartisipasi, serta mendapat pelayanan dasar yang adil.

Diakui oleh Danti, pada tahun 2015, Pemerintah telah mengevaluasi 235 Kabupaten Kota Layak Anak. Harapannya, kabupaten kota tersebut akan menjadi sebuah langkah untuk menyejahterakan dan memenuhi hak-hak anak di Indonesia. Danti juga menyebut bahwa selain berkomitmen penuh untuk memenuhi hak anak, Pemerintah juga akan memberikan sanksi maksimal terhadap perilaku kekerasan terhadap anak.

Menurut Danti, terdapat 31 indikator hak anak yang kemudian diklasifikasikan menjadi 5 kelompok, yaitu hak sipil atau kebebasan, hak lingkungan keluarga dan lingkungan asuh alternatif yang mendukung, hak kesehatan dan kesejahteraan, hak dalam pendidikan dan budaya, serta hak perlindungan khusus. Namun, dalam mendapatkan hak-hak tersebut, ada prinsip-prinsip khusus yang diutarakan oleh Danti, salah satunya adalah nondiskriminasi atau memberikan hak terhadap anak tanpa membedakan usia, jenis kelamin, suku, dan sebagainya.

Sementara itu, Danti juga menyinggung tentang dampak buruk yang ditimbulkan dari pernikahan anak di bawah umur, salah satunya adalah kematian ibu yang didominasi pada anak usia dini. Hal tersebut dikarenakan seorang remaja putri yang menikah di bawah usia normal, fungsi organ reproduksinya belum memiliki kesiapan untuk bereproduksi. Maka, dalam hal ini, seperti disampaikan oleh Danti, Pemerintah tengah melakukan pengkajian terhadap Undang-Undang yang berisi pendewasaan usia pernikahan, dari usia 16 tahun menjadi 18 tahun.

Di akhir pemaparannya, Danti berharap bahwa ke depannya, pernikahan usia dini akan teratasi dan UI juga dapat membantu dalam mencari terobosan untuk mengatasi fenomena tersebut, “Harapannya, Universitas Indonesia, melalui Pusat Kajian-nya, bisa mencari terobosan atau inovasi yang dapat membantu pemerintah dalam melakukan advokasi agar bisa mengatasi pernikahan dini,” tutupnya.

 

Penulis: Jumali Ariadinata

Kategori Target Audience: 
Kategori Konten: