Teguh Dartanto: Fokus Lindungi Kelompok Rentan

 

Teguh Dartanto: Fokus Lindungi Kelompok Rentan

Teguh Dartanto: Fokus Lindungi Kelompok Rentan

Hana Fajria ~ Humas FEB UI
DEPOK – Selasa (23/9/2020), Teguh Dartanto, Ph.D., Wakil Dekan Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan, Fakultas dan Bisnis Universitas Indonesia, merilis tulisannya yang dimuat Harian Kompas, rubrik Analisis Ekonomi, berjudul “Fokus Lindungi Kelompok Rentan”. Berikut tulisannya.

Indonesia diyakini masuk ke jurang resesi. Pemerintah sebaiknya fokus melindungi kelompok masyarakat dan pelaku usaha yang rentan agar mampu bertahan.

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 menjadi kisaran negatif 1 sampai negatif 2,9 persen. Dengan demikian, Indonesia dipastikan masuk ke jurang resesi karena pertumbuhan ekonomi terjebak di zona negatif selama dua triwulan berturut-turut.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pertumbuhan ekonomi belum bisa bangkit ke zona positif karena konsumsi rumah tangga belum pulih. Di sisi lain, kinerja investasi, ekspor, dan impor terkontraksi semakin dalam. Perekonomian pun hanya bertumpu pada belanja pemerintah.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan III-2020 diperkirakan tumbuh negatif 1,5 sampai negatif 3 persen, investasi tumbuh negatif 6,6 sampai negatif 8,5 persen, sementara ekspor tumbuh negatif 8,7 sampai 13,9 persen dan impor tumbuh negatif 16 persen sampai 26,8 persen. Adapun belanja pemerintah tumbuh positif 9,8-17 persen.

Kontraksi ekonomi juga dipicu oleh sisi produksi yang tertahan. Perbaikan indeks PMI (purchasing manager index) belum mendorong sektor manufaktur dan perdagangan tumbuh positif. Aktivitas pariwisata masih rendah sehingga menekan sektor transportasi, hotel, dan restoran.

”Semua proyeksi ini tergantung perkembangan Covid-19. Pertumbuhan ekonomi di level global maupun nasional masih sangat ditentukan oleh kemampuan mengendalikan virus,” ujar Sri Mulyani dalam telekonferensi pers, Selasa (22/9/2020).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, setelah tumbuh 2,97 persen pada triwulan I-2020, perekonomian Indonesia tertekan dan tumbuh minus 5,32 persen pada triwulan II-2020. Indonesia akan mengalami resesi apabila pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 negatif.

Sri Mulyani mengatakan, proyeksi ekonomi triwulan III-2020 di hampir semua negara negatif kendati tidak sedalam triwulan II-2020. Perekonomian di negara kawasan Asia Tenggara akan terkontraksi cukup dalam. Ekonomi beberapa negara di Eropa bahkan tumbuh negatif tiga triwulan berturut-turut.

Di Indonesia, risiko sosial ekonomi dan keuangan masih nyata akibat pandemi Covid-19. Beberapa provinsi besar mengalami eskalasi kasus infeksi, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Peningkatan infeksi di provinsi-provinsi besar itu memengaruhi kinerja perekonomian nasional.

”Titik keseimbangan (antara ekonomi dan kesehatan) terus dicari karena Covid-19 akan tetap bersama kita, tidak akan berhenti sekarang, masih sampai akhir tahun, bahkan mungkin hingga 2021, tergantung kapan vaksin ditemukan,” kata Sri Mulyani.

Dihubungi secara terpisah, ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teguh Dartanto, berpendapat, pemerintah sebaiknya fokus melindungi masyarakat dan dunia usaha agar tetap bisa bertahan di tengah ketidakpastian akibat pandemi Covid-19.

Target pertumbuhan ekonomi tidak perlu ditetapkan terlalu tinggi. Hampir semua negara di dunia mengalami kontraksi, bahkan resesi. Pertumbuhan ekonomi positif atau membaik dari triwulan sebelumnya sudah cukup. Saat ini yang terpenting melindungi masyarakat dan memberikan sinyal perbaikan.

”Pertumbuhan ekonomi jangan menjadi target utama, tetapi bagaimana melindungi masyarakat dan dunia usaha tetap bertahan pada situasi pandemi,” kata Teguh.
Sebelumnya, peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, menyampaikan, pemerintah perlu fokus pada dua program prioritas, yaitu sisi sosial dan ekonomi. Titik krusial efektivitas program bukan pada besaran anggaran, melainkan kejelasan konsep serta kecepatan dan ketepatan eksekusinya.

Program perlindungan sosial merupakan intervensi di sisi permintaan, yaitu mencegah daya beli masyarakat anjlok. Sasarannya warga miskin dan rentan miskin. Adapun program pemulihan ekonomi ditujukan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berkontribusi 99 persen terhadap perekonomian nasional.

Tekanan APBN
Kontraksi ekonomi triwulan III-2020 terindikasi dalam kinerja APBN sampai 31 Agustus 2020. Penerimaan pajak anjlok 15,6 persen atau terealisasi Rp 676,9 triliun. Penurunan paling tajam terjadi pada penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) 22 impor, yakni minus 38,44 persen, sementara PPh badan minus 27,52 persen.

Menurut Sri Mulyani, hampir seluruh jenis pajak mengalami kontraksi pada periode Januari-Agustus 2020, kecuali PPh orang pribadi yang masih tumbuh 2,46 persen. Selain perlambatan ekonomi, tekanan penerimaan pajak juga dipengaruhi oleh pemberian insentif fiskal sebagai kebijakan kontra siklus.

Di sisi lain, belanja negara terealisasi Rp 1.534,7 triliun atau tumbuh 10,6 persen. Pertumbuhan belanja negara didorong oleh penyaluran anggaran pemulihan ekonomi nasional sebesar Rp 254,4 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa Rp 557,4 triliun. Adapun defisit APBN per 31 Agustus 2020 mencapai Rp 500,5 triliun atau 3,05 persen produk domestik bruto (PDB).

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menambahkan, defisit APBN 2020 sejauh ini ditetapkan 6,34 persen PDB. Pelebaran defisit masih dimungkinkan tergantung perkembangan situasi. Namun, pelebaran defisit akan berimplikasi ke penambahan beban utang dan beban bunga utang,
Kemenkeu mengelola pembiayaan APBN dari sisi beban biaya dan risiko. Pembiayaan diusahakan semurah mungkin melalui berbagai strategi, salah satunya pembagian beban (burden sharing) dengan Bank Indonesia. Di sisi lain, risiko utang dikurangi dengan diversifikasi instrumen utang.

Bantuan sosial
Pemerintah menggenjot program bantuan sosial guna mendongkrak permintaan dan konsumsi masyarakat. Sampai akhir tahun ini, total penyaluran bantuan sosial diperkirakan melonjak sampai Rp 242 triliun. Jumlah ini melebihi pagu Rp 203,9 triliun. Sampai 18 September 2020, realisasi anggaran pemulihan ekonomi nasional untuk perlindungan sosial mencapai 60,7 persen atau Rp 123,77 triliun.

Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Raden Pardede mengatakan, pemerintah berusaha keras menstimulasi ekonomi secara besar-besaran untuk menghindarkan Indonesia dari resesi panjang. Lewat bantuan sosial, masyarakat diharapkan tergerak untuk berbelanja produk dalam negeri sehingga ikut menggerakkan perekonomian.

Sumber: Harian Kompas. Edisi: Selasa, 23 September 2020. Rubrik Analisis Ekonomi. Halaman 1 bersambung ke Halaman 15.

Kategori Target Audience: 
Kategori Fakultas: 
Kategori Konten: